Sabtu, 03 November 2012

Lelaki Di Halte Itu

Pagi itu hujan turun sangat deras, dengan terpaksa aku diantar oleh ayah. Dari balik jendela mobil aku memerhatikan sudut-sudut jalanan yang tergenang air karena hujan. Tapi ... Aku bahagia saat hujan membasahi bumi, karena saat aku temukan hal yang tak mudah untuk ku rasakan. Aku bisa mencium bau tanah basah. Ah ... bahagia rasanya saat ku menikmati hujan, apalagi saat sore hari dan ... kemudian muncul pelangi ...

Tiba-tiba ayah menghentikan laju mobilnya.

"Kenapa yah ? Kok berhenti disini, kampusku kan masih setengah perjalanan lagi." Tanyaku pada ayah yang terlihat ekspresi tidak menyenangkan dari raut mukanya.

"Ra, kamu turun disini saja ya, sepertinya ada masalah sama mesinnya nih, itu didepan ada halte, kamu naik bisa saja ya sayang" Ucap ayah lemas dan terpaksa, sepertinya ayah juga tidak enak hati denganku karena menurunkanku ditengah perjalanan apalagi kondisinya yang tengah hujan.

"Iya yah, gapapa kok. Aku bisa, aku pamit ya yah" Setelah mencium tangan ayah, aku langsung terburu-buru keluar dari mobil, karena takut bajuku basah dan telat datang ke kampus pagi ini.

"Ahh ... damn !!!" Gerutuku setelah sampai dihalte dan menunggu bis yang menuju daerah kampusku.

Aku melirik jam tanganku, terlihat jarum yang terus berputar.

"Duh mana keburu nih kalo bisnya ga dateng-dateng gini. Udah jam setengah 8 lagi" Ucapku sendiri, tak menghiraukan perhatian orang-orang yang memasang mimik heran denganku.

Belum juga kesalku reda, datang pria bertubuh tinggi dan sedikit
 berisi dengan hidung seperti perosotan taman kanak-kanak menyerobot tempat dudukku. Tanpa permisi dia mengambil tempat dudukku.

"Hei, maaf ya itu tempat dudukku." Ucapku padanya lalu dia menatapku heran.

"Tadi kayanya kosong deh, makanya gue duduk disini" Tanggas pria itu.

"Iya, tadi aku beli minuman (sambil menunjukkan botol minuman yang ku genggam). Huff ... yaudah deh" Ucapku pasrah, malas juga memperdebatkan tempat duduk pagi-pagi begini

Tak lama setelah kejadian itu yang mengharuskanku berdiri selama beberapa menit, hujan pun reda. Aku menatap langit dan mengadahkan tanganku, memastikan kalau hujan telah benar-benar pergi. Aku menatap jam, setengah jam lagi kuis pagiku dimulai.

"Ah ... gimana ini ? kalau kaya gini terus, gak bakalan ikut kuis" Lagi-lagi aku menjadi pusat perhatian karena tingkah dan ucapanku, memalukan tapi aku tak mempedulikan.

"Lo lagi buru-buru ?" Tiba-tiba ada suara disebelahku. Aku menengok kearahnya tanpa menatap matanya.

"Iya" Balasku singkat, tak ingin membuat percakapan dengan lelaki itu.

"Yaudah bareng gue aja, kampus lo dimana ?" Balas lelaki itu. Tanpa menunggu jawaban dariku, ia langsung menarik tanganku menuju motornya dan memberikanku helm.

Selama perjalanan aku benar-benar bingung, setelah aku memberitahu letak kampusku, aku hanya bisa diam.

"Lo kenapa ? Tumben diem aja sih ?" Tanya lelaki itu memecahkan keheningan dalam keramaian perjalanan itu.

"Engga, lagi gak mood aja buat ngomong." Lagi-lagi aku membalas pertanyaannya singkat.

Sepuluh menit kemudian aku sampai dikampusku.

"Terima kasih ya, kamu udah mau nganterin aku, karena kamu bawa motornya juga ga nyantai, aku jadi gak telat buat ikut kuis hari ini." Ucapku padanya dan kali ini disertai senyum. Karena selama perjalanan tadi, aku baru menyadari, seharusnya aku tidak boleh bersikap seperti tadi meskipun dia telah mengambil tempat dudukku, tapi kan itu kesalahanku juga dan dia sudah cukup berbaik hati ingin mengantarkanku sampai ke kampus.

"Iya" Balasnya singkat. Kemudian ia langsung pergi.

"Dasar lelaki aneh, dibaikin malah cuek" Protesku dalam hati. Kemudian melangkahkan kaki menuju kelasku. Tak mempedulikan.

***

Selesai mengerjakan soal-soal tadi, cacing-cacing diperutku meminta jatahnya. Langsung aku meluncurkan kakiku ke kantin. Tak disangka, aku bertemu lelaki yang tadi pagi mengantarkanku.

"Hei, kamu ? Kamu ngapain disini ? Atau kamu mahasiswa disini ya ? Semes ... Tangannya sudah menutup mulutku, menghentikan ucapanku yang seperti kereta api.

Dia langsung menarik tanganku menuju taman dekat kampusku.

"Loh ? Ngapain kesini ? Tanyaku heran.

"Iya gue kuliah disini, gue semester dua dan satu jurusan sama lo dan lebih tepatnya satu kelas sama lo." Jelasnya padaku.

Aku langsung tercengang, mulutku menganga lebar. Aku benar-benar tak menyangka.

"Ah ... kamu lucu, kalau kamu sekelas sama aku ya masa aku gak pernah liat kamu." Balasku tak percaya.

"Ya jelaslah lo gak pernah liat gue, lo kan selalu sibuk dengan buku-buku lo, lo terlalu asik dengan dunia lo, gak pernah peduli sekeliling lo itu ada apa" Ucapnya yang langsung membuat jantungku seperti tertusuk pedang.

"Kok kamu bilang gitu ? Kamu gak boleh nilai aku sebelum kenal aku" Balasku.

"Gue kenal lo. Lo yang punya nama lengkap Maudira Andina. Mahasiswi semester empat yang terkenal dengan prestasi serta buku-bukunya. Yang dikelas paling sering bertanya dan menjawab hampir semua  pertanyaan dari dosen dengan sempurna. Dan lo suka warna putih karena menurut lo putih itu bersih, putih itu suci. Iya kan ?" Aku benar-benar tak menyangka ia tahu hampir semua tentang aku.

"Hm ... Tapi tetep aja kamu gak boleh nilai aku kaya gitu, kamu itu gak deket sama aku. Belum tahu aku yang sebenernya gimana" Aku tetap saja membela diri.

"Oh gitu  ... Oke, gue mau coba deket sama lo, gue suka lo dari awal pertama masuk kelas ini, walaupun lo gak pernah tahu tentang gue bahkan nama gue pun engga, gue engga peduli dan gue sayang lo." Aku hanya bisa terdiam mendengar setiap kata yang keluar dari bibir indahnya itu. Aku bingung.

"Ini terlalu cepat Tuhan. Aku bingung. Tapi, jujur dari awal dia mengantarku, tiba-tiba ditengah perjalanan ada sesuatu yang menyerobot masuk, aneh" Ucapku dalam hati. Kubiarkan dia menunggu jawaban dariku selama beberapa menit, matanya masih saja menatapku, sedangkan aku tak berani sama sekali menatap matanya.

"Iya, aku mau" Jawabku.

"Beneran Ra ?" Tanyanya sumringah.

"Iya, tapi namamu siapa? Tanyaku polos dan kemudian dia menertawakanku.

"Aku Rafael Permana, sayang." Ah  ... ada sesuatu yang mengobrak-abrik otakku hari itu. Aku terlalu cepat menanggapinya. Entahlah aku tak peduli. Yang terpenting sekarang lelaki itu kini ada dalam pelukku selama lima tahun terakhir ini dan peri-peri kecil yang tengah berlarian itu perekat kami berdua. 




Ruang Gerakku, 03 November 2012

syifamaudiyah:)

Tidak ada komentar: