Kamis, 15 November 2012

Mengintip Masa Depan 1


Malam semakin larut, semakin membawa pikirannya melayang-layang entah kemana, tak tahu arah. Sekejap ia membolak-balikan tubuhnya ke kanan kemudian ke kiri, entah kenapa ia terlihat resah kala rembulan lebih menampakkan sinarnya.

Bulatan mata cokelatnya dengan hiasan bulu mata yang lentik itu belum juga memberi tanda-tanda akan terpejam, entah mencari-cari apa di atas langit-langit kamar. Kebingungan sendiri, mau bercerita pun sama siapa ? Ia hanya sendiri di kota ini. Sebenarnya ia tak sendiri, di rumahnya masih ada papa dan mamanya, lengkap meski tanpa seorang kakak atau adik sekalipun.

Tapi, kesepian-kesepian itu datang bergabung menyudutkannya malam ini, menyadarkannya bahwa ia kini merasa sendiri. Tak ada bahu tuk menopang kepalanya yang terasa berat karena berbagai macam pikiran yang memenuhi ruang di sudut otaknya. Semakin bertambah sekaligus berkurang jumlah usia yang disandangnya, semakin sulit ia menemukan kebahagiaan yang dulu pernah ia rasakan ketika masa kecil. Meski hanya ada tiga penghuni dirumah sederhana yang telah ia huni selama belasan tahun dengan papa dan mamanya, dulu ia merasa bahagia. Iya tapi itu dulu. Segala sesuatu yang terjadi di masa lalu tak akan pernah terukir lagi di masa kini, hanya bisa berulang-ulang terputar kembali dalam ruang ingatan tanpa bisa mewujudkannya dalam sebuah kenyataan. "Kenyataan itu terkadang pahit" hatinya bersuara lirih, matanya masih menampakkan kebingungan dan kekosongan. Tapi, wanita ini memiliki daya imajinasi yang tinggi, itulah pelariannya.

Ia menarik selimut tebalnya, hampir menutupi wajah ovalnya itu. Memaksakan matanya untuk segera terpejam.

***


Matanya jeli menatap layar laptopnya dari beberapa menit yang lalu, dengan hati-hati ia membaca dan memaknai setiap kata-kata yang tertulis disana, beberapa detik kemudian Dira melompat kegirangan, suara teriakannya memenuhi sudut-sudut ruang kamarnya yang tertata tidak seperti kamar seorang perempuan, buku-bukunya berserakan dilantai dan diatas meja belajarnya, belum lagi baju-baju kotor yang terhampar bebas disudut pintu kamarnya. Ruang tidurya ini lebih mendekati ruang tidur seorang laki-laki.

"Yes, naskah gue lolos !!!" Maudira mengepalkan kedua tangannya tanda ia sangat bahagia dan berhasil mendapatkan sesuatu. Sejak empat bulan yang lalu ia memang mengirimkan naskah berisi cerpen-cerpen hasil daya imajinasinya yang menjulang hampir menyentuh langit.

***

Setelah dua minggu sejak kumpulan cerpennya akan diterbitkan dalam suatu majalah yang cukup terkenal, ia tak henti-hentinya melengkungkan bibir tipisnya yang diturunkan oleh mamanya itu dengan sumringah. Sejak kecil ia memang suka menulis entah puisi atau sekedar bercerita sesuai alur pikirannya. Tapi, ia belum berani membentuknya menjadi sebuah novel, masih terlalu dini, katanya, dan masih ada hal yang banyak lagi yang harus ia pelajari. Emosi. Emosinya masih sangat labil sesuai umurnya, 19 tahun. Terkadang, imajinasinya telah memuncak namun kemudian ditengah jalan terhenti. Karena salah satu yang terpenting dari menulis itu adalah menyelesaikannya. Menulis itu baik. Tapi menyelesaikannya itu lebih baik. Itulah kalimat yang ia baca dan tertanam dalam otaknya hingga kini.

***

"Kamu, sabtu ini sayang ke Batamnya ?" suara lembut dari wanita yang telah memperjuangkannya 19 tahun yang lalu.

"Iya mah" Dira membalas pertanyaannya.

"Kamu beneran gak mau mama temenin ? Kamu yakin sayang bisa sendiri ? Batam itu jauh!" sambil menatap lekat-lekat mata putri semata wayangnya, tersirat sedikit ketakutan dari mata hitamnya itu.

"Iya mah, aku yakin. Mama gak usah takut. Nanti kan dibandara aku dijemput juga sama Dafa."

"Iya mama tau sayang, tapi kan ..." ucapan wanita yang masih terlihat modis itu terpotong saat telepon rumahnya berdering hampir mengagetkan sepasang anak dan ibu yang saling mencintai itu.

***

Pohon-pohon rindang yang meneduhkan jalanan kala itu, membawa kenyamanan sendiri untuk jiwanya. Dafa melajukan mobilnya dengan santai karena saat itu suasana tengah lenggang dari aktivitas manusia yang memuakkan.

"Dir, aku gak nyangka loh kamu mau kesini lagi, setelah tiga tahun yang lalu, aku pikir kamu gak akan balik kesini lagi" Dafa mencoba membuka percakapan diantara mereka yang dari tadi hanya sibuk dengan alam pikirannya masing-masing.

"Hehehe enggalah Daf, aku kangen suasana disini. Kangen kedamaiannya yang tercipta begitu saja tanpa rekayasa orang-orang munafik yang hanya mementingkan keuntungannya saja seperti di kotaku."

"Oh gitu ... Kamu gak kangen aku jadinya nih Dir ? Cuma kangen sama rumah aku doang" lirikan matanya lelaki itu menggoda perempuan disebelahnya, mencoba mencairkan suasana.

"Ih bukan gitu Daf, ya aku juga kangenlah sama kamu." akhirnya tawa mereka memecah keheningan yang dari awal menyelimuti pertemuan mereka ini.

***

"Kamu kenapa mau ikut kesini juga Dir ? Biasanya kan perempuan kayak kamu itu paling malas untuk diajak pergi ke tempat seperti ini" pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dari mulutnya Dafa, ia biarkan menggantung selama beberapa detik. Terpancar setitik kebahagiaan dan kebebasan dari mata cokelatnya itu, sesaat ia menghela napas panjang.

"Aku mau berimajinasi disini. Aku mau mengintip masa depan" terasa keyakinan yang begitu kuat dari jawabannya Maudira tapi itu malah membuat Dafa tak dapat menahan tawanya.

"Hff ... Kamu ... Aku tuh serius tau!" balas Maudira cepat setelah melihat ekspresi sepupunya yang menganggap jawabannya tadi hanya lelucon.

Lagi-lagi Maudira menghela napas tapi kali ini lebih panjang. Ia tak mau mempedulikan anggapan  sepupunya itu yang hanya terpaut dua tahun diatasnya. Sedangkan Dafa lebih memilih memotret pemandangan yang berada disekitar mereka dan sesekali mengarahkan kamera kesayangannya itu ke tubuh sepupunya yang mungil itu. Sepupunya tampak berbeda kini. Lebih feminim dan lebih sedikit memperhatikan penampilan.

Masih tak percaya nyatanya Dafa akan ucapan sepupunya tadi. "Mengintip masa depan ?" diulang lagi perkataan yang tadi diucapkan oleh sepupunya itu, kemudian tertawa kecil.

bersambung  ke- Mengintip Masa Depan 2


syifamaudiyah:)

Tidak ada komentar: