Selasa, 06 November 2012

Malaikat Itu ...

Aku hidup hanya berdua dengan kakak laki-lakiku, setelah kepergian mama dan papa karena kecelakaan pesawat 10 tahun yang lalu. Aku menjadi lebih dekat dengannya, dia yang selalu ada saat aku butuh, kapanpun. Sebut saja ia kak Raka.

Aku sangat menyayangi kak Raka, bagiku ia adalah papa dan mama untukku. Sekalipun ia tak pernah memarahiku, meski berulang kali aku membuat masalah. Aku punya alasan dibalik itu semua.

Aku lelah hidup seperti ini
Kenapa papa dan mama ninggalin aku ?
Aku kangen kalian
Aku ingin memeluk kalian
Kalian tidak kangen sama aku ?

Ketika aku sedang menuliskan kata-kata itu dalam buku harianku, kak Raka masuk, mengejutkanku. Tepat saat satu tahun kepergian mereka, malaikat-malaikatku. Tanpa bisa ku hapus air mata yang terlanjur membasahi pipi, aku pun hanya bisa tidur mengalihkan pandangan dari kak Raka.

"Maafin kak Raka ya Ra, kak Raka belum bisa jadi pengganti mama dan papa dalam kehidupanmu. Tapi kak Raka janji gak akan  buat kamu sedih selalu ada saat kamu butuh kakak. Kita tinggal berdua, kepada siapa lagi kita bercerita kalau bukan kita saling terbuka satu sama lain.

Saat itu umurku tujuh tahun, masih sangat kecil kan ? Dan kala itu kak Raka berumur 12 tahun. Seorang anak laki-laki yang harus menerima kenyataan pahit dan harus menguatkan dirinya sendiri serta adiknya yang masih sangat kecil. Kak Raka baik, meskipun kala itu ia baru kelas 6 SD tapi semua kasih sayang yang ia curahkan untukku seperti lelaki kelas 3 SMA.

Meski dirumah kami tidak hanya tinggal berdua kerena ada om dan tante yang setia menemani dan mengurusi keperluan kami sehari-hari tapi kak Raka tetap tidak bergantung pada om dan tante. Pernah suatu saat kak Raka berbicara kepadaku ditengah-tengah ia mengajariku matematika yang merunyamkan itu.

"Selagi kamu bisa, kamu jangan bergantung sama tangan orang lain ya Ra, karena kamu gak tahu kemampuan kamu itu seberapa besar kalau kamu belum mencobanya" Kata-kata kak Raka kala itu hingga kini masih terngiang diotakku.

***

Setahun, dua tahun, hingga kami telah dewasa, om dan tante mulai kembali ke rumahnya masing-masing karena menurut mereka kami telah mampu menjaga diri. Hingga kini, kak Raka telah kerja disalah satu perusahaan ternama di Jakarta. Hampir tiap hari kecuali hari Minggu, kak Raka selalu pulang malam. Sedangkan aku sekarang kelas 3 SMA, beberapa bulan lagi aku akan menempuh ujian nasional. Tapi kini semangat belajarku mulai berkurang. Aku merasa jauh dari kak Raka. Kak Raka sekarang terlalu sibuk dengan dunai kerjanya, aku merasa tersisihkan.

"Loh kamu belum tidur Ra ?" Sapa kak Raka yang baru saja pulang kerja. Aku melirik jam dinding, sudah setengah 11 malam.

"Kak Raka sendiri, kenapa baru pulang ?  Balasku enggan.

"Kan kamu tahu Ra, kakak kan kerja, kamu emang kenapa sih tumben ?" Sergap lelaki yang dilahirkan padan tanggal 13 Agustus itu. Meski usianya kini baru 22 tahun, kerutan dikening dan kantung dimatanya semakin terlihat.

Aku menghela nafas sejenak, mengatur setiap detik nafasku "Aku mau cerita-cerita lagi kak kaya dulu aku kangen kak Raka" Dan aku pun tertunduk, tak ingin memperlihatkan awan mendung diwajahku.

Kak Raka melepaskan dasinya, kemudian duduk didepanku, sambil memelukku ia berkata "Kak Raka juga kangen kamu Ra, kak Raka juga mau kita bercerita lagi seperti dulu, maaf ya selama ini kak Raka sibuk sendiri sama kerjaan kakak, kak Raka gak maksud bikin kamu kesepian kok, maafin ya Ra". Tanpa terasa bulir air mataku membasahi kemeja biru laut yang dikenakan oleh kak Raka malam itu, isak tangisku semakin kencang, aku teringat semua kebersamaan yang dulu, saat semuanya masih lengkap dan tidak pernah ada rasa sepi yang menyelimuti. Kak Raka semakin mengeratkan peluknya. Aku merasa tenang, kehangatan yang diberikan kak Raka untukku sangat terasa.

"Aku sayang kak Raka, aku gak mau kehilangan kak Raka" Ucapku disela-sela isak tangisku. Sekejap kak Raka melepaskan pelukannya, lalu lembut jemarinya menyentuh pipiku, aku terbiasa dengan sentuhan itu, ia mengusap air mataku dan memberikan kode lewat mata bulat hitamnya itu bahwa ia meyakiniku ia takkan pernah meninggalakanku.

***

Pagi itu sangat cerah, aku masuk ke kamarnya kak Raka, terpampang disana foto keluarga kami saat masih utuh, adapula diatas meja kerja foto aku dengannya saat masih kecil, lucu sekali. Aku tersenyum memandangi satu persatu kenangan indah itu hingga tiba tanganku pada sebuah laci, yang ku kira awalnya itu tempat album foto namun ternyata aku salah.

***

Dengkulku lemas, dadaku sesak, hujan itu pun dengan cepat membanjiri pipiku. Aku lemah, benar-benar lemah. Bagaimana tidak, malaikat yang selama ini menjagaku, memberikan kekuatan untukku sama rapuhnya dengan aku bahkan mungkin  ia lebih rapuh dari diriku.

"Bagaimana mungkin selama ini kak Raka menyembunyikan ini semua dari aku ? Kemana selama ini diriku sebagai tempat berbaginya ?" Aku benar-benar tak bisa berkata apapun lagi, aku kaget saat mengetahui rahasia yang selama ini kak Raka simpan dariku. Selama lima tahun kak Raka menahan rasa sakit ini sendirian dan betapa tidak pekanya aku sebagai adiknya, tak pernah mengetahui bahwa penderitaan yang begitu berat dipundak kakak kandungku sendiri sama sekali aku tak pernah mengetahui.

***

Tak disangka hari itu kak Raka pulang cepat, saat ia mendekat, aku langsung mendekapnya.
"Kak Raka, maafin aku ya, aku bukan adik yang baik untuk kak Raka, aku gak tahu kalau selama ini kak Raka nahan sakit sendirian, mulai sekarang aku janji aku akan selalu ada untuk kaka, aku akan temenin kaka tiap minggu untuk kemo dan aku juga mau ikut nyari orang yang ingin mendonorkan sumsum tulang belakangnya untuk kaka, dan kak Raka harus janji sama aku, kak Raka pasti sembuh" Bersama air mata aku mengucapkan itu semua, kak Raka pun tak bisa berkata-kata lagi, ia hanay mengencangkan pelukannya, tanpa sadar, bahuku basah karena air matanya.


Malaikat itu adalah kakakku, yang setia dan sedia
menjadi sayap dan penopan untukku
semoga kak Raka cepat sembuh,
aku sayang kak Raka
*maudira :)


syifamaudiyah :)

Tidak ada komentar: