Senin, 12 November 2012

Hujan dan Kamu

Aku segera menutupkan bantal ketelinga rapat-rapat, tak ingin mendengarkan suara-suara yang menakutkan itu. Dalam keheningan malam ini, aku masih belum bisa terlelap seperti yang lainnya. Ditemani suara pelukan air dengan atap rumah dan sesekali entah lebih ada suara gemuruh petir datang, seakan memberi syarat kalau ia tak mau sendiri. Sebenarnya aku suka hujan, sangat suka. Dulu, waktu ku kecil,bersama malaikat itu aku sering menghabiskan waktu pulang sekolahku hanya untuk bermain-main dengan hujan, tertawa riang tanpa beban.

Pernah sesekali malaikat itu memarahiku. Mungkin karena aku terlalu sering memeluk hujan dan berbagi tawa daripada dengannya. Sebut saja malaikat itu kamu :)

Hujan dan kamu ?
Sepertinya kalian sama. Datang dan pergi tanpa pernah ijin lebih dulu denganku. Kala ku butuh kau hanya menampakkan bayanganmu, ilusi. Itu imajinasi diriku yang berlebihan karena terlalu lama memendam rindu.

Kali ini hujan datang lebih deras. Kamu pernah bilang "kalau kau merindukanku, peluk saja rintik-rintik hujan karena aku berada diantara mereka, kau akan merasakan hangat meski sesaat". Kini aku ingin buktikan janjimu untukku, aku telah berdiam diri didepan rumah dari sejam yang lalu, percaya tak percaya. Akhirnya aku memberanikan diri, menorobos hujan dengan segelintir tawa, tanpa peduli ocehan mama dari dalam rumah.

Ah ... aku bahagia. Aku bahagia bisa menyentuh dinding-dinding pembatas yang basah karena hujan dan karenamu. Sesaat aku berhenti tertawa, terdiam menyelami. Ku pejamkan mata, ku buka telapak tanganku, ku arahkan pada langit yang sedang menjalankan tugas, memberi rizki pada teman-temannya.

Sesaat keheningan itu muncul, tapi tak lama, bibirku melengkung tipis. "Hangat ..." Aku merasakan hangat meski sesaat. Kamu. Kamu ada diantara mereka, kamu menepati janjimu. Kamu datang memelukku disaat aku butuh. Ku sentakkan kakiku pada genangan air yang tercipta dari hujan itu dengan bahagianya, hingga tanpa ku sadar mama sudah memberikan sorotan tajam padaku, tak lama hujan berhenti. Aku menatap mama, lalu tersenyum.

Hujan telah berhenti sejak tiga puluh menit yang lalu. Tapi, kebahagiaan antara aku, kamu dan hujan masih terpancar dari wajahku. Pepohonan dan rerumputan juga kini sedang tersenyum menatap lekat-lekat ke arahku, ingin ikut bahagia, katanya.



syifamaudiyah:)

Tidak ada komentar: