Minggu, 18 November 2012

Benang Kusut

Benang kusut. Malam ini mungkin perasaanku seperti benang kusut, sangat kusut. Semuanya bergabung menyudutkanku yang kecil ini. Aku benci ini.

Tentangmu yang teramat ku rindukan. Tentangmu yang membawaku menyentuh langit namun kemudian menghempaskanku dari atas sana. Tentangmu yang menyakitiku. Tentangmu yang kini berubah.

Jarak dan waktu teramat menyakiti.

aku benci di abaikan. aku benci dikhianati. aku benci dianggap lemah. aku benci terus disudutkan oleh perasaan ini. aku benci menatap matamu yang begitu jahat. aku benci kala aku merindukanmu. aku benci ketika ku tahu aku tak bisa melepaskan sosokmu yang samar. padahal kau samar. tak nyata. tapi kenapa aku begitu sulit melepaskanmu yang jelas-jelas memberi rasa sakit. aku benci semua ini yang terasa seperti benang kusut.

aku benci ketika aku menyadari bahwa aku merindukan dan ingin memelukmu yang sosoknya telah jauh pergi meninggalkanku, tanpa pamit. salah kalau kadang aku menyalahkan keadaan ? i' aku hanya gadis biasa, seorang anak kecil yang sedang merangkak mencari apa itu kebebasan dan bahagia meski tanpa mereka.

aku benci ketika aku butuh pelukan tapi tak ada yang bisa ku peluk. aku benci ketika aku ingin berbagi semua beban dipundak ini, tapi tak ada. dirimu terlalu jauh. mereka disini, hanya mengajarkanku sakit tapi tak membuatku bangkit dari sakit itu, seperti yang kau ajarkan padaku. aku merindukanmu, i'.

mereka yang mengaku sayang, peduli padaku, semuanya hanya ilusi. semuanya hanya formalitas. nyatanya saat aku butuh, lagi-lagi mereka mengabaikanku. membiarkanku sendiri, bersahabat dengan rasa sakit dan kesepian. mereka tidak merengkuhku. mereka tidak membawaku dalam kehangatan jiwa mereka. mereka egois i'. masa ini .... susah i'. sakit.

imissyou!!!

Aku Jatuh Cinta, Salah ?

Mata ini lagi-lagi tak dapat terpejam, entah sudah ke-berapa kalinya. Tapi alasannya kali ini berbeda, bukan lagi tentang kesepian, kerinduan atau pun sakit hati. Aku merasakan berbeda kali ini, lewat mataku, lewat alam pikirku, lewat hatiku. Ada letupan kecil saat aku denganmu saling berbalas pesan singkat, bercerita tentang masa lalu dan kehidupan masa depan.

Saat bersamamu aku tak lagi merasakan sambilu yang menyayat-nyayat. Pilu yang mematikan akal sehat.

Kamu tak pernah memandang sosokku sebelah mata. Kamu tetap memperlakukan-ku normal, seperti perempuan yang lainnya. Merasakan gempa kecil yang meluluh-lantakkan hati dan perasaanku. Saat menulis ini, jemariku ikut berbicara, ikut merasakan rasa yang dirasakan oleh hatiku. Mataku ikut menerawang ke sudut alam terpencil diotakku, menghadirkan kembali gambaran tentangmu.

Kamu tahu aku sakit, kamu tahu aku lemah, kamu tahu aku tidak seperti mereka. Kamu tahu umurku ... Entahlah, tak ada yang tahu kematian kecuali ALLAH.

Aku, kamu, kita semua sudah bagian dari rencana indah-Nya. Takdirmu, takdirku. Kematianmu, kematianku. Semuanya sudah ada dalam kitab Lauhul Mahfuz kita masing-masing. Tak ada yang tahu kecuali Dia. Tuhanku dan Tuhanmu. Tunggal bukan satu.

Seperti malam ini, aku yang mulai mencintaimu (mungkin) dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang melekat dalam batin dan jiwaku. Semua sudah termasuk dalam suratan-Nya. Kita tak dapat mengelak, karena ini takdir kita.

Tuhan ... Aku jatuh cinta, salah ?
Aku jatuh cinta pada ciptaan-Mu
Yang memperlakukanku seperti ratu

Tuhan ... Aku jatuh cinta
Rasa yang sebelumnya ku rasa
Dengan hadirnya
Kau membuatku mengerti apa itu bahagia

Tuhan ... Aku jatuh cinta
Padanya yang mampu
Membangunkan aku dari lubang masa lalu
Yang sangat pilu

Tuhan ... Aku jatuh cinta
Salahkah rasa ini ?
Aku hanya perempuan biasa
Yang berusaha untuk lepas dari rasa sakit karena cinta

Tuhan ... Aku jatuh cinta, salahkah ?
Apa aku salah ?
Apa aku salah bila ku sandang ini ?
Apa karena itu aku tak boleh mencinta ?

Ya Allah, maaf ... bukan maksudku mengeluh pada-Mu, aku hanya ingin mengeluarkan apa yang ku rasa malam ini. Jatuh cinta dengan segala keterbatasan, termasuk waktu. Aku hanya sedang memahami rasa-rasa yang berbeda dari sebelumnya. Karena sebelumnya, aku lebih mengenal rasa sakit, kepahitan, kesepian, ketakutan, dan diabaikan. Aku benci diabaikan. Aku juga ingin seperti mereka yang diperhatikan, dipedulikan, dicintai bukan dikasihani. Tapi sosok itu hadir, membawa rasa yang lebih berwarna. Aku lebih bisa mengerti bagaimana itu rasa manis, membuat sebuah senyum diwajahku dan sosok itu. Menghapus tinta hitam yang dulu dan mengukirnya kembali dengan tinta berwarna. Aku bahagia ...


Aku tahu Tuhan, semuanya telah kau persiapkan
untukku bisa merasa bahagia lebih dari ini




syifamaudiyah:)

Sabtu, 17 November 2012

Cerita Tentang Hujan

Langit kembali menghadirkan hujan dan bayanganmu


Entah kenapa hujan identik dengan kenangan lalu air mata ? Mengapa hujan selalu menghadirkann sebuah kenangan dan itu terasa menyakitkan ? Apa karena kenangan itu juga identik dengan masa lalu ? Seindah apapun masa lalu apabila teringat pasti akan terasa menyakitkan karena takkan pernah terulang. Meski dengan milyaran uang dan emas termahal pun. Sesuatu yang takkan pernah bisa dibeli oleh uang dan emas salah satunya adalah waktu. Lebih-lebih orang-orang yang ada didalam kenangan itu telah berubah dan menghilang bahkan takkan pernah kembali lagi. Miris !

Hujan ...
Menghadirkan suatu cerita dan kesan yang berbeda-beda untuk setiap orang didunia ini, termasuk aku.

Hujan ? Hujan itu aku. Hujan itu kamu. Hujan itu kita. Hujan itu kepedihan. Hujan itu kebahagiaan. Hujan itu kehidupan. Hujan itu kematian. Hujan itu tangisan. Hujan itu keharuan. Hujan itu masa lalu ... Hujan itu keromantisan. Hujan itu manis. Hujan itu pahit. Hujan itu ... Hujan punya cerita.



Karena hadirnya hujan, tanaman bisa hidup tumbuh menjulang tinggi, meneduhkan.
Karena hadirnya hujan, petani tak perlu susah-susah mengairi sawahnya.
Karena hadirnya hujan, kebersamaan tercipta.
Karena hadirnya hujan, mereka merindukan kehangatan.
Karena hadirnya hujan, mereka merasakan pelukan.


Karena hadirnya hujan, aku dan kamu bercerita.
Karena adanya hujan, pelangi ada.


Aku suka bau khas yang tercipta karena hujan. Tak terdeskripsikan.

Malam ini hujan turun lagi. Membawa titik-titik yang terkadang menyedihkan dan kadang membahagiakan. Hujan juga tak pernah lupa untuk membawa bayanganmu serta cerita milik kita, dulu.


Malam ini, hujan membawa alam pikirku kembali tertuju pada sosokmu, cinta pertamaku. Ah ... cinta pertama lagi ? Entahlah. Hujan membawaku kembali pada waktu dan tempat yang sempat kita singgahi dulu sebelum mengenal kata jarak. Hujan, taman, perosotan, rerumputan, sepeda, serta kebahagiaan. Mereka semua memeluk kita kala itu. Hujan menghadirkan senyum dan tawa nyata dalam cerita kita. Berlomba-lomba mengayuh pedal sepeda, tak peduli celana dan baju terciprat kotoran. Silih berganti menaiki tangga dan menuruni perosotan. Dengan senyum dan tawa yang terus terpancar, kita terlihat sangat dekat. Dekat sangat dekat. Tak berjarak. Hingga jarak dan waktu mengubah cerita itu semua menjadi kenangan yang terasa sangat pahit tapi begitu manis.


Cerita tentang hujan itu kamu


Aku suka bau khas yang tercipta
karena ada hujan

syifamaudiyah:)

Jumat, 16 November 2012

Mengintip Masa Depan 2

sebelumnya di- Mengintip Masa Depan 1
Mereka tertawa renyah, menciptakan keramaian sendiri dikamar Dafa. Sepasang sepupu itu memang saling melengkapi, sekali lagi suara tawa itu memecah kesunyian ditengah hari yang begitu panas ini. Tapi sepertinya matahari tak mampu meredam gelak tawa mereka.
"Ra liat itu deh muka kamu hahaha lucu sekali" ucap Dafa mengejek sepupu jauhnya itu diselangi tawa canda. Dan Maudira hanya bisa tersenyum kecut melihat tingkah kakak sepupunya itu.

***

"Wuih kamu rapi bener Ra, kita kan mau makan diluar doang" komentar Dafa atas penampilan sepupunya yang terlihat sangat anggun itu. "Tapi, cantik kok hehehe"

"Huh ... Aku kan cuma pengin terlihat rapi aja Daf biar orang juga gak risih sama aku. Hehe makasih Dafa, yaudah yuk kita jalan" balas Maudira sumringah. Penampilannya malam ini memang berbeda jauh dari tiga tahun sebelumnya yang acak-acakkan tak mempedulikan pandangan orang sekalipun terhadapnya.

Terdengar suara merdunya David Cook melantunkan lagu Always Be My Baby yang dari tadi diputarkan oleh sipemilik kafe sederhana ini. Menambah kesan romantis untuk sepasang kekasih yang memang sengaja membawa langkah kakinya masuk ke dalam kafe dengan nuansa keromantisan ini. Dafa dan Maudira memilih dekat jendela. Mata Maudira terus melekatkan pandangan ke arah luar kafe, mengamati dan menelusuri sesuatu yang jauh dari pandangannya selama ini. Dikotanya ia hanya mengenal sebuah kemacetan.

"Minum dulu Ra cokelat panasnya" ucapan Dafa membuyarkan lamunannya itu.

"Kamu besok mau kemana Ra ?" tanya Dafa pada sepupunya yang sedang menyeruput cokelat panasnya itu hati-hati.

"Aku mau jalan-jalan aja Daf, mau cari sesuatu yang unik yang tak ku temui di Jakarta." balas Maudira setelah meletakkan cangkir minumannya diatas meja mereka tanpa menatap wajah Dafa sedetik pun, kemudian ia melempar pandangannya lagi ke arah jalanan didepan kafe itu.

Pepohonan-pepohonan dipinggir jalan itu seperti sebuah payung bagi aspal yang terasa panas ketika matahari menemaninya.

***

BRUKK !!!

Barang belanjaan yang baru tadi ia beli terhempas ke lantai, keluar dari tempat persembunyiannya. Tak lama kemudian ia langsung mendengus kesal tapi hanya bisa tertahan dihatinya. Dengan perlahan ia membereskan semuanya.

DEG !

Hatinya berdegup kencang, tak teraturan, seandainya oarng yang didepan matanya kini bisa mendengarnya, matilah ia, gugup malu. Entah apa yang membuat alunan detak jantungnya itu menjadi seperti itu.

"Sorry ya tadi gue gak lihat kalo ada orang" ucap lelaki bertubuh tegap itu, dengan rambut keritingnya dan tatapan menusuk itu. Maudira tak bisa menjawab, bibirnya kelu. Banyak kosakata yang tersimpan tapi tak mampu ia keluarkan.

Setelah barang belanjaannya rapi, Maudira buru-buru meninggalkan lelaki itu tanpa satu kata pun. Rasanya ia tak ingin lama-lama dekat dengan lelaki yang menawan itu.

***

"Oh jadi nama kamu Maudira Anjani" ucap lelaki disebelahnya itu.

"Iya Din, kok kita bisa sama-sama dari Jakarta ya ? Kebetulan banget." timpal Maudira.

"Bukan kebetulan namanya, itu takdir. Gak ada kebetulan didunia ini karena semuanya udah direncanakan-Nya dan terjadi pada waktu yang tepat"

"Iya ya. Tapi kadang takdir itu menyakitkan Din" tersirat kesedihan dimata perempuan itu. Teringat lagi masa lalu yang begitu menyakitkan yang sempat mematikan imajinasinya terhadap dunia.

Percakapan mereka terus berjalan. Membicarakan diri masing-masing tapi tetap menyatu, sama sekali tak terlihat kejenuhan dari raut wajah mereka. Hingga senja mulai menampakkan diri, mereka masih terhanyut dengan perasaan mereka masing-masing. Akhirnya ponsel Maudira bergetar, tampak sebuah nama dilayar ponselnya "Dafa".

"Siapa ? Pacar kamu ya ?" Dino coba mengintrogasi Dira setelah ia selesai menelepon.

"Bukan kok, itu sepupu aku. Hm aku disuruh pulang nih. Aku duluan ya" ucap Maudira mengakhiri pertemuan mereka.

Dira langsung melangkah ke arah pintu keluar kafe itu. Tak sadar kalau  Dino tiba-tiba telah berada disampingnya dan menggenggam jemarinya.

"Aku antar yuk" ucap Dino seraya menarik tangan perempuan itu yang terasa lembut.

Tanpa penolakkan perempuan berparas Minang itu menghempaskan tubuhnya diatas sepeda motor berwarna merah milik laki-laki yang baru tadi siang dikenalnya karena tak sengaja.

Batam menjadi begitu indah dimatanya, lebih indah dari tiga tahun yang lalu ia kesini. Apa mungkin karena lelaki yang berada didepannya, yang tengah memboncenginya dengan sangat hati-hati. Lelaki yang memiliki senyum seperti pangeran berkuda putih, yang telah berhasil mengobark-abrik hatinya hari itu. Cuaca kota Batam yang kala itu agak sedikit mendung menjadi tak terasa karena jaket Dino yang dipakainya, menyelimuti tubuh mungilnya itu. Senyum bahagia terus-menerus terpancar dari lengkungan bibir tipisnya itu serta mata cokelatnya.

***

Dua tahun setengah telah berlalu, minggu depan adalah hari pernikahannya dengan Dino. Selama waktu itu mereka saling mengisi, Jakarta, menjadi tempat kedua yang menyaksikan berlian-berlian cinta yang terpancar dari dua pasang mata insan ini. Pertemuan mereka memang telah direncanakan oleh Sang Kuasa hingga tak dapat mereka tolak. Berawal dari tabrakan tubuh hingga barang bawaan Dira berserakan saat mereka di Batam. Tapi, malam ini wajah Dira tak terlihat bahagia, matanya memancarkan kekhawatiran yang begitu mendalam. Tangannya masih menggenggam ponselnya. Menatap terus menatap ke layar ponselnya. Tak menyiratkan sebuah kepastian.

"Din ... kamu dimana ? Aku takut." batin perempuan itu menjerit, mengharap penuh perih.

Tak lama ponselnya berdering, melantunkan lagu The Way You Look At Me-Christian Bautista dengan damai. Dengan sergap ia langsung meraih ponselnya yang tadi ia hempaskan ke tempat tidurnya.

"Dino" hatinya berkata. Kemudian ditekan tombol hijau diponselnya dan terdengar suara merdu kekasihnya itu yang meleburkan ketakutannya malam ini.

"Maaf ya sayang, tadi handphone aku lowbat. Aku udah sampai dihotel nih. Maaf ya aku sudah membuatmu khawatir" ucap lelaki bertubuh tegap diseberang sana.

"Iya Din, kamu jaga diri baik-baik ya. Kamu pulang lusa kan ?" balas kekasih pria yang berusia tiga tahun diatas wanita itu.

"Iya sayang, lusa aku pasti udah di Jakarta. Dan lusanya lagi aku siap melingkarkan cincin dijari manismu sayang. Aku sayang kamu. Aku pasti pulang"

"Ingat ya disini ada aku yang menunggu kamu pulang untuk memakaikan cincin dijemari manisku. Kamu. Aku sayang kamu, Dino Pratama" ucapan Dira akhirnya mengakhiri pembicaraan mereka tengah malam itu.

Paris, membuatkan jarak untuk sepasang kekasih yang tinggal beberapa hari lagi akan bersatu dengan sebuah janji bersama. Jarak membuat seseorang menyadarkan akan kerinduannya pada seseorang yang dituju, begitulah yang dialami Dira malam ini.

***

Ponsel Dira berdering saat ia sedang asik membaringkan tubuh mungilnya itu diatas tempat tidurnya yang dua hari hari lagi akan ia tinggalkan. Tertera disana sebuah nomor tanpa nama. Dengan ragu ia menjawab panggilan itu.

"Halo, ini Dira ?" terdengar suara disana dengan isakan tangis dibelakangnya.

"Iy ... iya. Ini siapa ?" jawab Dira ragu dan kebingungan.

"Ini tantenya Dino, Dir. Kamu tolong keluar rumah ya sebentar disana sudah ada mobil yang menjemput kamu. Kamu ikut aja ya, jangan banyak tanya."

TUT...TUT...TUT

Terdengar sambungan telepon terputus. Ia langsung melangkahkan kakinya keluar dengan pikiran yang masih bingung. Benar, disana ternyata sudah ada sebuah mobil terpakir.

Dengan perasaan yang tak menentu, ia hanya bisa berdiam diri, mengikuti langkah kaki seseorang didepannya. Langkah mereka terhenti pada kamar bernomor 213. Ia masih kebingunan menatap orang-orang yang berada disana, semuanya terasa asing baginya. Tangannya memberanikan diri membuka pintu kamar itu.

"Dinoooo ...." ucap Maudira lemas kemudian terasa gelap semuanya.

Saat ia membuka mata hanya ada seorang wanita yang ia kenali, mamanya Dino. Ia coba memberikan kekuatan pada calon menantunya itu.

"Sabar ya sayang, kita semua disini memang kehilangan Dino, tapi kamu jangan terlalu larut ya. Kamu masih muda, jalanmu masih panjang dan kamu gak boleh terpaut sama masa lalu." ucap wanita bermata sipit dihiasi oleh kacamata, terlihat agal bengkak dari matanya.

***

TOK!!! TOK!!! TOK!!!

Suara ketukan tangan seseorang pada pintu kamarnya terdengar keras. Tersentak ia dari tempat tidurnya. Dengan mata yang masih menerawang kamarnya sendiri, ia mengabaikan suara itu, hanya dijawab sekenanya.

Berkali-kali ia mencubit lengannya sendiri. "Aw ..." terasa sakit karena cubitannya sendiri.

***

Raut mukanya masih tetap tak percaya, matanya masih menerka-nerka. Setelah semuanya ia ceritakan pada Dafa, sepupunya lewat telepon. Dafa hanya menanggapinya santai, padahal sepupunya itu tengah kebingungan setengah matimencari-cari yang sebenarnya.

"Udah ah kamu siap-siap sana, nanti aku jemput" perintah kakak sepupunya itu.

Tak ada balasan dari ujung sana. Hening.

"Udah. Udah. Kamu mandi sana jangan melamun terus. Masa depan kamu yang nyatanya tengah menunggumu disini. Jangan diintip-intip segala makanya." ledek sepupunya diseberang sana dengan tawa yang menyudutkannya.

KLIK ! Sambungan telepon mereka terputus.

Dira masih tak habis pikir. Yang selama ini terjadi hanyalah mimpi. Entah mimpi buruk atau mimpi indah. Ia tak mengerti. Tapi, itu semua terasa seperti bukan mimpi, ia masih bisa merasakan tangan halus lelaki yang bernama Dino itu. Pipinya juga masih terasa basah karena tangisnya yang menigiri kepergian kekasihnya dalam mimpi itu.

***

Enam bulan kemudian, novel pertamanya terbit. Mengintip Masa Depan. Dengan cover seorang wanita dan bayangan seorang lelaki dibawah sinar rembulan terpisah jarak. Terinspirasi dari mimpinya sendiri. Imajinasinya yang begitu kuat.

"Imagination more important than knowledge"-Albert Einstein
syifamaudiyah:)

Kamis, 15 November 2012

Mengintip Masa Depan 1


Malam semakin larut, semakin membawa pikirannya melayang-layang entah kemana, tak tahu arah. Sekejap ia membolak-balikan tubuhnya ke kanan kemudian ke kiri, entah kenapa ia terlihat resah kala rembulan lebih menampakkan sinarnya.

Bulatan mata cokelatnya dengan hiasan bulu mata yang lentik itu belum juga memberi tanda-tanda akan terpejam, entah mencari-cari apa di atas langit-langit kamar. Kebingungan sendiri, mau bercerita pun sama siapa ? Ia hanya sendiri di kota ini. Sebenarnya ia tak sendiri, di rumahnya masih ada papa dan mamanya, lengkap meski tanpa seorang kakak atau adik sekalipun.

Tapi, kesepian-kesepian itu datang bergabung menyudutkannya malam ini, menyadarkannya bahwa ia kini merasa sendiri. Tak ada bahu tuk menopang kepalanya yang terasa berat karena berbagai macam pikiran yang memenuhi ruang di sudut otaknya. Semakin bertambah sekaligus berkurang jumlah usia yang disandangnya, semakin sulit ia menemukan kebahagiaan yang dulu pernah ia rasakan ketika masa kecil. Meski hanya ada tiga penghuni dirumah sederhana yang telah ia huni selama belasan tahun dengan papa dan mamanya, dulu ia merasa bahagia. Iya tapi itu dulu. Segala sesuatu yang terjadi di masa lalu tak akan pernah terukir lagi di masa kini, hanya bisa berulang-ulang terputar kembali dalam ruang ingatan tanpa bisa mewujudkannya dalam sebuah kenyataan. "Kenyataan itu terkadang pahit" hatinya bersuara lirih, matanya masih menampakkan kebingungan dan kekosongan. Tapi, wanita ini memiliki daya imajinasi yang tinggi, itulah pelariannya.

Ia menarik selimut tebalnya, hampir menutupi wajah ovalnya itu. Memaksakan matanya untuk segera terpejam.

***


Matanya jeli menatap layar laptopnya dari beberapa menit yang lalu, dengan hati-hati ia membaca dan memaknai setiap kata-kata yang tertulis disana, beberapa detik kemudian Dira melompat kegirangan, suara teriakannya memenuhi sudut-sudut ruang kamarnya yang tertata tidak seperti kamar seorang perempuan, buku-bukunya berserakan dilantai dan diatas meja belajarnya, belum lagi baju-baju kotor yang terhampar bebas disudut pintu kamarnya. Ruang tidurya ini lebih mendekati ruang tidur seorang laki-laki.

"Yes, naskah gue lolos !!!" Maudira mengepalkan kedua tangannya tanda ia sangat bahagia dan berhasil mendapatkan sesuatu. Sejak empat bulan yang lalu ia memang mengirimkan naskah berisi cerpen-cerpen hasil daya imajinasinya yang menjulang hampir menyentuh langit.

***

Setelah dua minggu sejak kumpulan cerpennya akan diterbitkan dalam suatu majalah yang cukup terkenal, ia tak henti-hentinya melengkungkan bibir tipisnya yang diturunkan oleh mamanya itu dengan sumringah. Sejak kecil ia memang suka menulis entah puisi atau sekedar bercerita sesuai alur pikirannya. Tapi, ia belum berani membentuknya menjadi sebuah novel, masih terlalu dini, katanya, dan masih ada hal yang banyak lagi yang harus ia pelajari. Emosi. Emosinya masih sangat labil sesuai umurnya, 19 tahun. Terkadang, imajinasinya telah memuncak namun kemudian ditengah jalan terhenti. Karena salah satu yang terpenting dari menulis itu adalah menyelesaikannya. Menulis itu baik. Tapi menyelesaikannya itu lebih baik. Itulah kalimat yang ia baca dan tertanam dalam otaknya hingga kini.

***

"Kamu, sabtu ini sayang ke Batamnya ?" suara lembut dari wanita yang telah memperjuangkannya 19 tahun yang lalu.

"Iya mah" Dira membalas pertanyaannya.

"Kamu beneran gak mau mama temenin ? Kamu yakin sayang bisa sendiri ? Batam itu jauh!" sambil menatap lekat-lekat mata putri semata wayangnya, tersirat sedikit ketakutan dari mata hitamnya itu.

"Iya mah, aku yakin. Mama gak usah takut. Nanti kan dibandara aku dijemput juga sama Dafa."

"Iya mama tau sayang, tapi kan ..." ucapan wanita yang masih terlihat modis itu terpotong saat telepon rumahnya berdering hampir mengagetkan sepasang anak dan ibu yang saling mencintai itu.

***

Pohon-pohon rindang yang meneduhkan jalanan kala itu, membawa kenyamanan sendiri untuk jiwanya. Dafa melajukan mobilnya dengan santai karena saat itu suasana tengah lenggang dari aktivitas manusia yang memuakkan.

"Dir, aku gak nyangka loh kamu mau kesini lagi, setelah tiga tahun yang lalu, aku pikir kamu gak akan balik kesini lagi" Dafa mencoba membuka percakapan diantara mereka yang dari tadi hanya sibuk dengan alam pikirannya masing-masing.

"Hehehe enggalah Daf, aku kangen suasana disini. Kangen kedamaiannya yang tercipta begitu saja tanpa rekayasa orang-orang munafik yang hanya mementingkan keuntungannya saja seperti di kotaku."

"Oh gitu ... Kamu gak kangen aku jadinya nih Dir ? Cuma kangen sama rumah aku doang" lirikan matanya lelaki itu menggoda perempuan disebelahnya, mencoba mencairkan suasana.

"Ih bukan gitu Daf, ya aku juga kangenlah sama kamu." akhirnya tawa mereka memecah keheningan yang dari awal menyelimuti pertemuan mereka ini.

***

"Kamu kenapa mau ikut kesini juga Dir ? Biasanya kan perempuan kayak kamu itu paling malas untuk diajak pergi ke tempat seperti ini" pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dari mulutnya Dafa, ia biarkan menggantung selama beberapa detik. Terpancar setitik kebahagiaan dan kebebasan dari mata cokelatnya itu, sesaat ia menghela napas panjang.

"Aku mau berimajinasi disini. Aku mau mengintip masa depan" terasa keyakinan yang begitu kuat dari jawabannya Maudira tapi itu malah membuat Dafa tak dapat menahan tawanya.

"Hff ... Kamu ... Aku tuh serius tau!" balas Maudira cepat setelah melihat ekspresi sepupunya yang menganggap jawabannya tadi hanya lelucon.

Lagi-lagi Maudira menghela napas tapi kali ini lebih panjang. Ia tak mau mempedulikan anggapan  sepupunya itu yang hanya terpaut dua tahun diatasnya. Sedangkan Dafa lebih memilih memotret pemandangan yang berada disekitar mereka dan sesekali mengarahkan kamera kesayangannya itu ke tubuh sepupunya yang mungil itu. Sepupunya tampak berbeda kini. Lebih feminim dan lebih sedikit memperhatikan penampilan.

Masih tak percaya nyatanya Dafa akan ucapan sepupunya tadi. "Mengintip masa depan ?" diulang lagi perkataan yang tadi diucapkan oleh sepupunya itu, kemudian tertawa kecil.

bersambung  ke- Mengintip Masa Depan 2


syifamaudiyah:)

Selasa, 13 November 2012

Kamu

Ceritamu selalu melekat dalam ingatanku
Tentang sosokmu, mata indahmu
Pipi cabimu dan bibir tipismu

Senyummu selalu memenuhi ruang diotakku
Menghangatkan diriku yang kini pilu
Menghanyutkan rindu yang memburu kalbu
Rindu yang selalu datang menusuk-nusukku
Tak peduli seberapa banyak air mataku
Mereka terus menyudutkanku

Kamu ...
Seperti malaikat yang Tuhan ciptakan untukku
Usapan tangan lembutmu masih terasa dikulitku
Suara merdumu selalu melantun indah dalam rindu malamku
Bergelayut manja mendamaikan kalbu

Kamu ada untukku
Aku ada untukmu
Pundakmu dan pundakku
Tempat kita berbagi air mata bahagia atau pilu

Desiran suara ombak kini terdengar
Terbayang akan sosokmu samar
Menghampiri lalu memelukku
Dan berkata dengan nyata aku sayang kamu adikku


is dedicated for you
"dududu"
don't ever forget me, iloveyou:)

syifamaudiyah:)

Senin, 12 November 2012

Aku Ada, Aku Bukan Pajangan

Kamu selalu menorehkan luka baru
Tanpa peduli keadaan yang lalu
Aku selalu kau abaikan
Tak pernah kau pedulikan
Kalau diibaratkan, dimatamu aku seperti kayu
Yang siap kau pahat dengan tangan dinginmu

Kapan kau menganggapku ada ?
Melihat dan menatapku sebagai seorang wanita
Memperlakukanku dengan lembut
Hingga kesakitanku hanyut

Kapan kau memandangku sebagai kekasihmu ?
Bukan boneka atau mainan lucumu
Aku manusia, aku wanita
Yang berhak memiliki kasih dan cinta
Aku bukan sebuah layangan, sayang
Yang berhak kau arahkan terbang melayang
Aku juga bukan sebuah wayang
Yang dimainkan mengikuti kemauan sidalang

Kamu selalu menutup mata
Terhadap aku yang selalu ada
Kamu selalu mengingkari
Bahwa selama ini aku berdiri

Sadarlah sayang, buka mata hatimu
Resapi kenyataan
Aku ini ada, aku bukan pajangan
Aku hidup memenuhi taman dihatimu


syifamaudiyah:)


Hujan dan Kamu

Aku segera menutupkan bantal ketelinga rapat-rapat, tak ingin mendengarkan suara-suara yang menakutkan itu. Dalam keheningan malam ini, aku masih belum bisa terlelap seperti yang lainnya. Ditemani suara pelukan air dengan atap rumah dan sesekali entah lebih ada suara gemuruh petir datang, seakan memberi syarat kalau ia tak mau sendiri. Sebenarnya aku suka hujan, sangat suka. Dulu, waktu ku kecil,bersama malaikat itu aku sering menghabiskan waktu pulang sekolahku hanya untuk bermain-main dengan hujan, tertawa riang tanpa beban.

Pernah sesekali malaikat itu memarahiku. Mungkin karena aku terlalu sering memeluk hujan dan berbagi tawa daripada dengannya. Sebut saja malaikat itu kamu :)

Hujan dan kamu ?
Sepertinya kalian sama. Datang dan pergi tanpa pernah ijin lebih dulu denganku. Kala ku butuh kau hanya menampakkan bayanganmu, ilusi. Itu imajinasi diriku yang berlebihan karena terlalu lama memendam rindu.

Kali ini hujan datang lebih deras. Kamu pernah bilang "kalau kau merindukanku, peluk saja rintik-rintik hujan karena aku berada diantara mereka, kau akan merasakan hangat meski sesaat". Kini aku ingin buktikan janjimu untukku, aku telah berdiam diri didepan rumah dari sejam yang lalu, percaya tak percaya. Akhirnya aku memberanikan diri, menorobos hujan dengan segelintir tawa, tanpa peduli ocehan mama dari dalam rumah.

Ah ... aku bahagia. Aku bahagia bisa menyentuh dinding-dinding pembatas yang basah karena hujan dan karenamu. Sesaat aku berhenti tertawa, terdiam menyelami. Ku pejamkan mata, ku buka telapak tanganku, ku arahkan pada langit yang sedang menjalankan tugas, memberi rizki pada teman-temannya.

Sesaat keheningan itu muncul, tapi tak lama, bibirku melengkung tipis. "Hangat ..." Aku merasakan hangat meski sesaat. Kamu. Kamu ada diantara mereka, kamu menepati janjimu. Kamu datang memelukku disaat aku butuh. Ku sentakkan kakiku pada genangan air yang tercipta dari hujan itu dengan bahagianya, hingga tanpa ku sadar mama sudah memberikan sorotan tajam padaku, tak lama hujan berhenti. Aku menatap mama, lalu tersenyum.

Hujan telah berhenti sejak tiga puluh menit yang lalu. Tapi, kebahagiaan antara aku, kamu dan hujan masih terpancar dari wajahku. Pepohonan dan rerumputan juga kini sedang tersenyum menatap lekat-lekat ke arahku, ingin ikut bahagia, katanya.



syifamaudiyah:)

Memelukmu Semu

Dalam terpaan titik-titik menggigilkan itu ku tetap berdiri
Menatap lurus, mencari-cari apa yang tak harus ku temui lagi
Diam seribu bahasa
Menatap langit dunia

Kejam ...
Batinku meronta
Terbayang lagi pahit yang dulu ku teguk tanpa sisa
Kini, lidahku terasa tak bernyawa
Merasa tapi tak merasa

Aku terdiam
Memandangi benda mati itu
Mataku hanya bisa bisu
Tak ada kata yang terlontar dari beningan yang kini nanar
Samar
Ini terlalu samar

Aku lelah
Aku seperti mayat hidup
Bernyawa tapi seperti tak bernyawa
Bersuara tapi tak pernah terdengar
Karena selama ini
Hanya hatiku yang berteriak
Tanpa satu pun yang mendengar, kecuali Penguasa

Dalam keheningan malam
Ku taruhkan kepalaku diatas kain bersih suci itu
Bulir-bulir itu mulai mengalir
Berkata-kata tanpa bersuara
Itu caraku, memelukmu yang semu


bersama hujan tercipta
syifamaudiyah:)

Minggu, 11 November 2012

Janji Semu

Lagi-lagi kamu, kamu dan selalu kamu yang memenuhi sudut imajinasiku. Mengapa tentangmu tak mau juga pergi ? Mengapa kau terlalu lama bermain-main dan menari sesuka hatimu diotakku ? Apa kamu tidak sadar ini semua hanya membuat luka yang lebih lebar ? Luka ini semakin membesar dan semakin sakit ku rasakan.

Hm ... kembali pada dua tahun yang lalu. Saat pertama kali kau terus-menerus memohon padaku untuk menjadi kekasihmu. Dengan segala cara kau terus memaksaku untuk menerimamu menjadi kekasihku. Hingga akhirnya aku pun tak kuasa terus-menerus mengabaikan sosokmu yang begitu hangat. Dan aku memutuskan memilihmu dari sekian lelaki sepertimu diluar sana yang mencoba merayuku agar aku bisa menjadi miliknya. Tapi nyatanya hanya kamu dan memang kamu mungkin pilihan yang paling tepat untukku.

Setahun telah berlalu dan aku kau perlakukan seperti ratu pangeran sepertimu. Semua perlakuanmu, semua sikapmu, semua perhatianmu seakan hanya habis tercurah untukku. Hampir tiap pagi kau selalu menyempatkan diri untuk mengantarkanku ke kampusku didaerah Depok. Kamu yang kata mamamu sangat sulit untuk bangun pagi, tapi untukku kau bisa dan rela waktu pagimu kau sediakan untuk mengantarkanku. Tepat satu tahun kita menjadi sepasang kekasih dan aku berhasil membuat perempuan-perempuan yang ingin dekat denganmu merasakan cemburu yang amat besar. Dihari itu, pagi-pagi kau rela datang kerumahku, dengan baju yang agak basah dan rambut hitam lurusmu yang lepek dikarenakan hujan lebih dulu memelukmu, kau mengetuk pintu kamarku. Dengan wajah yang benar-benar masih polos dan rambut yang berantakan, aku melangkahkan kaki dengan malas ke arah pintu kamarku.

"Ada apa bu ? Ini masih pagi, kan ada Rara bu yang bisa ibu ajak ke pasar" Dengan mata yang masih belum terbuka sepenuhnya aku agak sedikit kaget, karena cahaya lilin  menerangi siapa sosok didepanku.

Ditanganmu ada sebuah kue yang bertuliskan 'happy annive 1st year dududu' dan disatunya lagi kau membawa seikat mawar putih, bunga yang sangat aku dan mamamu sukai. Mataku sedikit berkaca-kaca, ku tatap matamu ada bayanganku disana. Tanpa ku sadar, otakku memerintahkan mulutku tuk bilang 'aku sayang kamu Ren' lantas memeluk erat tubuhmu dan kau pun menyambut pelukanku. Hangat sangat hangat, meski bajumu sedikit basah, namun aku tetap merasa hangat karena itu berada dalam dekapanmu.

Seusai ku membersihkan diri, nyatanya kau masih menyiapkanku sebuah kejutan lagi. Dua ekor kucing yang sebulan lalu ku ingini, sama-sama berwarna putih kau berikan untukku.

"Kita beri nama mereka siapa ya ?" tanyaku padamu dengan mata yang sangat senang.

"Gimana kalo mumu dan mimi aja ?" Balasmu sambil mengelus lembut bulu-bulu mumu dan mimi.

Tiga kejutan dipagi hari yang sangat membuatku merasa ada dan diakui sebagai kekasihmu.

Dua bulan sejak annive kita yang pertama itu, kamu mulai menghilang, entah apa penyebabnya, kamu hanya menjelaskan ada urusan penting dan selalu mengatakan seperti itu. Aku mempercayaimu karena selama ini, kamu tak pernah mengecewakanku. Tapi nyatanya aku tak bisa membohongi rasa ke-ingintahuan-ku. Seusai pulang kuliah aku datang ke rumahmu dan aku bertemu mamamu. Ku ceritakan semua apa yang terjadi selama dua bulan ini, kamu tak lagi mengantar dan menjemputku, tak lagi memberi kabar, kalau aku ajak ketemuan selalu saja ada alasan. Tapi jawaban mamamu hanya ingin menenangkanku dan mencoba percaya pada anak laki-laki satu-satunya itu.

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk bolos kuliah. Memang ini sangat bodoh, aku datang ke kampusmu dan usahaku sia-sia, tak ku lihat sama sekali sosokmu disana. Hari sudah semakin sore, senja telah datang dengan sempurna membentuk warna merah yang berbeda. Aku pun memutuskan untuk pulang. Tapi, ditengah perjalananku dalam sebuah kendaraan, aku melihat sosokmu sedang memboncengi seorang perempuan, entah siapa dia, aku tak pernah kenal karena kamu memang tak pernah mengenalkannya. Kamu tertawa bahagia dengannya tanpa peduli saat itu ada perasaan yang terluka, aku, aku orangnya. Kamu benar-benar tak memperdulikan lingkunganmu. Ku putuskan tuk mengikutimu dan berhenti pada sebuah kafe sederhana dan kafe itu tempat pertama kali kau memintaku untuk menjadi kekasihmu. Dengan sebuah lagu yang sengaja kau putarkan dikafe itu, kau menggenggam jemariku, mengisi celah-celah kosong yang ada disana.

seandainya kau ada disini denganku
mungkin ku tak sendiri
bayanganmu yang selalu menemaniku
hiasi malam sepiku
ku ingin bersama dirimu
ku tak akan pernah berpaling darimu
walau kini kau jauh dariku
kan selalu ku nanti
karena ku sayang kamu

hati ini selalu memanggil namamu
dengarlah melatiku
ku berjanji hanyalah untukmu cintaku
takkan pernah ada yang lain

adakah rindu dihatimu
seperti rindu yang ku rasa
sanggupkah ku terus terlena tanpamu disisiku
ku kan selalu menantimu

Dengan lagu itu, kau ibaratkan perasaanmu, hingga ku tak mampu lagi mengelak. Tapi kali ini, semua itu bohong. Aku temui dirimu dengannya, dengan sekuat yang ku punya, aku mengatakan "Oh ini alasanmu selama ini menjauhiku ? Terima kasih Reno atas semuanya. Kita selesai". Tanpa pernah lagi menatap Reno, aku berbalik arah, terus menguatkan hati dan langkahku. Aku semakin pergi menjauhinya.

Tapi, kau datang lagi, setelah satu minggu berlalu kau hancurkan perasaanku. Kau memberikan lagi semua perlakuan yang dulu kau berikan saat awal kita bersama. Dan akhirnya aku memutuskan tuk memilihmu lagi, karena perasaanku tak bisa ku elakkan kalau aku masih sangat menyayangimu dan tak ingin kehilanganmu. Kau berikan lagi kehangatan yang sempat hilang dalam tubuhku. Kau berikan lagi mawar putih yang hampir layu. Aku putuskan tuk mempercayaimu kembali.

"Aku gak akan ngecewain kamu lagi, Ra. Maafin aku ya kemarin, aku benar-benar bodoh dan aku menyesal. Aku menyayangimu Maudira" Ucapmu meyakiniku.

Hari-hari berjalan seperti semula dan tetap seindah dulu meski kadang ada rasa takut akan kehilangan sosokmu dalam diriku. Hingga tepat dua tahun kita bersama. Kau bilang takkan pernah melakukan kesalahan yang sama lagi dan tak akan meninggalkanku. Namun nyatanya ? Kini, kau pergi bersamanya, bersama wanita penjamah itu. Kau pergi sangat jauh melupakan sosokku yang kini melemah dihadapan dunia. Semua kasih sayangmu, perhatianmu, pelukanmu seakan sirna dan tak akan pernah tercipta kembali. Bodoh ! Mengapa dulu aku mempercayaimu lagi. Hingga kini akhirnya aku yang belum juga lepas dari sosokmu karena terpaut pada janji-janji semu yang terucap dari mulut busukmu.

hati membeku mengingatkan
kata janji manismu
ku dilambung angan-angan
belaian kasih sayang suci darimu
oh kejamnya
lidah tidak bertulang
ucapan cinta mengiris kalbu

Mungkin lagu itu yang kini bisa menggambarkan bagaimana perasaanku. Aku lelah. Terus-menerus diikat oleh tali janji semu yang kau ciptakan. Kau yang mengikatnya tapi kau lupa tuk membukanya. Aku terjerat.


lidah tidak berulang
uapapun bisa tercipta karena itu
termasuk sakit karena sebuah janji


syifamaudiyah:)

Sabtu, 10 November 2012

Andai Kamu Ada Disini

Kurang lebih sudah seribu sembilan puluh lima hari, dua puluh enam ribu dua ratus delapan puluh jam, satu juta lima ratus tujuh puluh enam ribu delapan ratus menit dan sembilan puluh empat juta enam ratus delapan ribu detik yang telah ku lewati semenjak kepergianmu. Tapi ... selama itu pula aku belum bisa menghapus tentangmu dari kehidupanku bahkan dari ingatanku pun belum mampu. Apakah kamu begitu istimewa yang akan selalu jadi peran utama dalam setiap sudut ruang diotakku ? Hm mungkin memang iya, karena kamu memang sosok makhluk yang sampai kapanpun takkan pernah terganti.

Senyummu, matamu, kesabaranmu, kepercayaanmu, kedewasaanmu, kasih sayangmu yang dulu kau berikan untukku masih sangat melekat dalam setiap jengkal nafasku. Kamu sosok yang hangat yang mampu memberikan kedamaian dalam setiap malam dinginku. Kamu yang selalu mengelus lembut rambutku hampir setiap malam sebelum akhirnya aku pun tertidur. Kamu yang selalu setia mendengarkan keluh kesahku, cerita-cerita aneh dari anak kecil sepertiku. Kamu yang selalu menyediakan waktu pagimu hanya untuk mengurusiku. Kamu yang selalu menyediakan pelukan untukku kala air mataku menetes. Kamu yang selalu mengobati lukaku kala ku terjatuh dan hanya bisa menangis. Kamu yang selalu ada untukku. Kamu dan kamu selalu kamu yang tak bisa jauh-jauh dari otakku.

Kamu dimana ? Aku merindukanmu, sangat sangat sangat sangat entah beribu-ribu sangat merindukanmu yang keberapa yang bisa menjelaskan betapa rindunya diriku pada sosok dirimu. Tahukah ? Kini aku merasa sangat sepi, benar-benar sepi, tak ada lagi tempat untukku bercerita, tak ada pelukan hangat lagi kala ku butuh, dan tak ada lagi tangan yang mengusap air mataku, ketika kesedihan dekat denganku dan ketika penyebab air mata ini berbeda dengan dulu, ini lebih menyakitkan. Kamu tahu ? Tak ada lagi kebebasan untukku terhadap itu semua. Aku merasa terkekang didunia ini. Aku mencari penggantimu, telah berulang kali, tapi ? Nihil. Aku tak pernah berhasil. Nyatanya memang sosokmu takkan pernah terganti. Kamu memang berbeda. Tatapanmu tulus. Aku sangat mencintaimu dan lebih-lebih merindukan sosokmu.

Andai kamu ada disini. Pasti sudah aku ceritakan semua yang terjadi dalam hidupku. SMA ? Ku pikir SMA aku akan mendapatkan sosok yang memang untukku, nyatanya tidak, hm atau mungkin belum. Tak pentinglah. SMA, dimasa ini aku benar-benar merasakan apa itu kebahagiaan, kesedihan, kesepian, kedewasaan dan ... kesakitan. Aku mengalami itu semua dan hanya bisa ku pendam sendiri tanpa bisa bercerita dengan leluasanya seperti denganmu. Waktu dan jarak terkadang memang bisa mendewasakan seseorang. Tapi, terkadang waktu dan jarak bisa merenggut semuanya yang kugenggam seperti dirimu. Kini dirimu telah menghilang, pergi sangat jauh hingga tak bisa kutemui kecuali dengan takdir.

Andai satu malam saja aku bisa bertemu denganmu, akan ku peluk dirimu ku tumpahkan, ku bagi segalanya yang kini ku tanggung sendirian dibahu mungilku. Agar kamu bisa memahami betapa beratnya beban ini, sayang. Aku lelah.

Dimasa ini, betapa banyak orang-orang yang dekat denganku kemudian menyakitiku, termasuk dia. Dia yang membuatku nyaman, dia yang membuatku seolah-olah memilikinya, dia yang pertama kali menyentuh lembut punggung tangan ibu, sayang. Dia yang membuatku bahagia namun kemudian dia juga yang menyakitiku. Dia merusak organ terlembut dan terpenting yang satu-satunya kumiliki. Tapi, dia juga yang memaksaku untuk dewasa terhadap keadaan, dia yang memaksaku untuk kuat. Kini, dia mengujiku lagi. Tatapannya seperti orang yang meremehkan kekuatanku. Aku benci itu karena dia selalu menganggapku sosok yang lemah dan hanya terpaut oleh dirinya. Aku harus bagaimana ? Andai kamu ada disini, pasti kamu sudah memelukku lalu memberitahu caraku menghadapi sosok itu. Tapi, lagi-lagi itu hanya mimpi. Sosokmu takkan pernah kembali. Sosokmu telah hilang terbawa terangnya bintang. Mungkin kamu sedang diatas sana, tersenyum melihat tulisanku ini, tulisan dari jemari adik kecilmu yang telah mengerti tentang kedewasaan, kebahagiaan, dan kesakitan.

Kamu tahu ? Dimasa ini, aku baru mengerti apa itu rasa sakit. Aku baru tahu bagaimana rasanya menyembunyikan perasaan. Aku baru tahu rasanya menatap seseorang yang ku sayang menggenggam jemari yang lain dan bukan aku. Aku baru tahu bagaimana rasanya kesepian dan kehilangan.

Andai kamu bisa kembali, pasti takkan ada lagi tangis dari sudut mata ini karena sosoknya. Kamu pasti bisa menguatkanku, menyemangati gadis yang baru mengerti tentang cinta. Ah ... cinta ? Apa iya ini cinta ? Terlalu mudakah aku bercerita dan merasa sakit karena cinta ? Datang padaku malam ini dan jelaskan semuanya.


Teruntuk dirimu disana
Andai kau bisa datang malam ini,
akan kupeluk sosokmu hingga
takkan pergi lagi


syifamaudiyah:)

Jumat, 09 November 2012

Aku dan Kamu Berjodoh (?)

Kini aku teringat lagi hal yang telah lama ku kubur, yang telah sangat usang bahkan telah hampir ku lupakan. Berawal dari tiga tahun yang lalu, sebelum aku bersekolah disini, saat semuanya masih dalam ketertarikan dimasa puber.

***

Ujian Nasional tingkat SMP tinggal beberapa minggu lagi. Aku pun sama dengan teman-teman seangkatanku, saling sibuk mempersiapkan diri, termasuk pendalaman materi yang diikuti disekolah setiap pulang sekolah.

***

Hari itu seperti biasa, aku pergi ke sekolah diantar oleh papaku. Dari atas motor berwarna biru yang biasa disebut dengan panggilan sibontot, aku menikmati udara pagi yang masih segar, melewati jalan yang sama, tapi kali ini rasanya berbeda. Tanpa sadar, bibirku melengkung membentuk sebuah senyum kecil dan mungkin pipiku memerah. Aku melihat dia, dipersimpangan jalan, tanpa ku sangka, jalan yang kami lewati searah. Tapi, aku masih menyembunyikan itu, karena ku pikir ia seperti angin, hanya lewat sesaat dan kemudian pergi.

***

Esok pagi, seperti biasa aku sedang berdiri didepan rumahku, menunggu papaku yang sedang memanaskan mesin sepeda motor yang akan digunakan untuk mengantarkanku ke sekolah. Tanpa ku duga dan belum pernah ada dianganku, lelaki yang kemarin ku lihat itu lewat didepan mataku, bahkan jarak kami semakin dekat dari kemarin dan mata kami beradu pandang. Aku hanya bisa menahan senang dan malu. Tapi aku masih seperti kemarin, yang menganggap ini seperti angin.

***

Dua hari berlalu, aku tak lagi melihat lelaki itu. Ada sedikit perasaan rindu. Ah ... rindu ? Aku kan belum kenal dia siapa, dia sekolah dimana saja aku pun tak tahu.

Hari itu ada penambahan materi dikelasku. Tapi karena aku ingin mengambil poselku yang ketinggalan dirumah, saat jam istirahat yang bertepatan untuk pulang itu, aku pulang ke rumah, diantar oleh temanku yang membawa motor.

Saat perjalanan menuju ke sekolah, aku melewati jalan didepan SD-ku yang dulu, ah .... tercengang dan senang bukan main saat ku lihat lagi dia. Senang ? Aku senang ? Aku memang senang, entah kenapa dia yang belum ku tahu namanya bisa membuatku senang hanya sekedar melihatnya saja. Dia yang ku panggil dengan sebutan "cowok abu-abu". Karena pertama kali ku lihat dia memakai sweater berwarna abu-abu. Ah ... lucu ya SMP itu, sesukanya saja menamakan seseorang.

***

Kini, telah dua minggu sejak hari itu, aku tak lagi bertemu dengannya, bahkan melihat saja aku sudah tidak pernah. Dia yang selalu ku tunggu didepan rumahku, hanya untuk sekedar melihat matanya yang indah itu.

Saat aku sedang menceritakan tentang dia, yang selalu ku harap untuk lewat lagi didepan rumahku. Ada suara motor dan nyatanya motor itu berwarna merah. "Itu dia ..." dalam hatiku berucap, senang bukan kepalang. Meski dia tidak sendiri, ada seorang perempuan yang duduk dibelakangnya. Aku tak peduli, karena saat itu aku hanya memikirkan bagaimana caranya aku tahu dia sekolah dimana karena dengan begitu aku bisa mengetahui namanya.

***

Penentuan kelulusan telah usai. Aku dan teman-temanku lulus semua dengan nilai yang cukup memuaskan. Dan kini saatnya memikirkan SMA atau lanjutan mana yang akan kami pilih.

Aku memikirkan SMA mana yang akan ku cantumkan dalam pilihanku. Terlintas bayangan cowok abu-abu itu. Dia memang pantas mendapatkan panggilan itu dariku, karena memang dia masih samar-samar untuk ku ketahui.

***

Akhirnya masa orientasi dimulai. Hari pertama ku lalui dengan hal yang tak terlalu berkesan. Tapi ... saat aku ingin pulang, aku seperti melihat sosoknya, sosok cowok abu-abu itu. Ah tapi ku pikir itu hanya khayalanku.

Esoknya, adalah hari kedua aku mengikuti MOS disekolah baruku, dilingkunganku yang semuanya baru.
Siang itu matahari sangat terik, saat aku melewati lapangan menuju mushola disekolahku. Langkahku tiba-tiba terhenti, pandanganku menetap pada satu titik. Ah lagi-lagi dia. Dia satu sekolah denganku. Aku benar-benar senang karena penghitunganku benar kalau ia sekolah disini. Dia adalah penyebabku menyantumkan pilihan pertama disekolahanku ini. Mungkin, saat itu ia aneh melihat diriku, sosok anak baru, anak SMP yang sedang beradaptasi dengan lingkungan barunya, yang masih terlihat sangat lugu dihadapannya. Entahlah ...

***

Esoknya hari terakhir aku mengikuti MOS, dan hari itu diisi dengan promosi ekskul-ekskul yang ada disekolah. Dan saat aku sedang memperhatikan kakak mentorku yang sedang menjelaskan. Tiba-tiba ada yang masuk, laki-laki dua orang, mereka dari ekskul voli.

Ah ... lagi-lagi dia.Sepanjang penjelasan yang ia berikan bersama temannya itu, aku hanya bisa diam-diam menatapnya, memperhatikannya lekat-lekat, pertama kalinya aku mendengar suaranya itu dan ia memperkenalkan namanya.
"Ya Allah aku bahagia, alhamdulillah" ucapku dalam hati.

***

Semua ceritaku dengannya, seakan seperti sebuah alur dalam ftv-ftv atau sinetron, tapi itu nyatanya. Meski rasa itu kini telah pudar. Dia tetap menjadi alasanku mengapa dulu ku pilih sekolah ini menjadi pilihan utamaku. Dia yang membuatku berusaha mengetahui tentang dirinya. Dia yang menjadi penyebabku mengikuti ekskul voli meski hanya sekali. Karena mengenalmu dan dekat denganmu adalah impianku.

Kini, aku telah berbicara dengannya meski hanya melewati pesan singkat dibbm. Meski sampai kini, dia tidak pernah tahu itu semua. Tapi, tidak penting. Karena aku hanya menganggapnya seseorang yang pernah ku perjuangkan hanya untuk mengenalnya.

Apakah ini bisa disebut sebuah kebetulan ? Tapi, bukankah tidak ada kebetulan, yang ada hanyalah TAKDIR. Apakah kamu juga termasuk dalam takdir dimasa depanku ? Apakah takdirmu menjadi jodohku ?


Kamu akan selamanya menjadi lelaki 
yang ku ingini pertama kali disekolah hijauku ini
Kamu akan tetap menjadi yang pertama
yang terkesan dihatiku dalam cerita disekolah ini


syifamaudiyah :)

Rabu, 07 November 2012

Berpikir Logika (?)

Berpikir logika untuk sebagian cewe (mungkin) agak susah, karena emang cara berpikir mereka yang (terlalu) membawa perasaannya. Alhasil, saat perempuan dilanda peraasaan senang, ia akan benar-benar senang dan sebaliknya, bila kesusahan menghampirinya, ia akan benar-benar bisa  menjadi drop banget. Itulah perempuan, terlalu membawa perasaan hampir dalam setiap tindakannya, meskipun terkadang hal itu baik meskipun tak bisa dijauhkan dari kerugiannya juga.

Tadi disekolah, saya sempat membincangkan sedikit tentang "berpikir logika". Meski disela-sela pelajaran yang termasuk penting dan berkelompok, alhasil saya malah bercerita-cerita dengan teman-teman saya dan entah darimana permulaannya kita bisa membicarakan hal itu. Oh saya ingat, mungkin saaat saya bertanya pada teman saya (cowok) tentang "kok bisa sih cowok itu terlalu santai ?". Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut saya karena kebingungan saya terhadap sikap para lelaki yang seperti itu sedangkan perempuan sudah kalang-kabut.

Hampir semua jawaban dari dia terekam jelas dalam ingatan saya. Dia mengatakan, bahwa "Cewek itu ngeliat sesuatu cuma dari satu arah aja tapi kalo cowok negliat sesuatu itu dari banyak arah. Misalkan cewek nih ke kunci disuatu ruangan padahal banyak jendela, tapi dia udah keburu nangis karena pikirannya cuma satu, cara keluarnya itu dari pintu. Padahal ada cara keluar dari ruangan itu, ada jendela, tinggal pecahin aja, beres. Cewek tuh terlalu panikan orangnya.". Dari kalimat itu saya sadar bahwa yang dibilang oleh teman saya itu memang benar, kalau perempuan terlalu perasa dan mudah panik.

Ada lagi kata-kata dia yang saya setuju dengannya.

"Cowok lebih banyak berpikir pake logika tapi kalo cewek pake perasaan. Sekalinya dia ada masalah, dia bakalan down banget."
"Emang bener, kata-kata yang waktu itu bilang kalo cewek bilang 'aku mau hidup selamanya sama kamu' itu wajar, biasa aja, tapi kalo cowok bilang gitu sama ceweknya berarti dia serius. Karena cowo tuh susah sayang sama seseorang dan kalo udah sayang bisa ngelebihin dari cewek".

Emang (mungkin) pemikiran cewek yang terlalu membawa perasaan dalam hampir semua yang ia hadapi. Bukan karena cewek lemah atau cowok yang terlalu menganggap remeh. Tapi, (mungkin) emang sudah takdirnya lelaki dan perempuan memiliki cara pandang masing-masing.

Bukankah didunia ini sesuatu yang diciptakan itu segalanya berpasang-pasangan. Termasuk dalam hal sudut pandang. Perbedaan untuk saling melengkapi kan ?

Perempuan yang memiliki perasaan didalam tindakannya itu melengkapi seorang lelaki yang memiliki logika dalam tindakannya. Saat perempuan panik karena sesuatu, lelaki-lah yang bertugas menenangkan hati perempuan itu dengan logikanya. Dan disaat lelaki terus-menerus melangkah dengan logikanya, tanpa sadar ada yang tersakiti, disaat itulah perempuan yang memiliki berjuta-juta perasaan untuk menyadarkannya.

Bersatu karena perbedaan itu tantangan namun indah.


Semua yang tercipta didunia ini sudah punya
pasangannya masing-masing
Hargailah perbedaan cause different is beautiful :)


syifamaudiyah:)

Selasa, 06 November 2012

Malaikat Itu ...

Aku hidup hanya berdua dengan kakak laki-lakiku, setelah kepergian mama dan papa karena kecelakaan pesawat 10 tahun yang lalu. Aku menjadi lebih dekat dengannya, dia yang selalu ada saat aku butuh, kapanpun. Sebut saja ia kak Raka.

Aku sangat menyayangi kak Raka, bagiku ia adalah papa dan mama untukku. Sekalipun ia tak pernah memarahiku, meski berulang kali aku membuat masalah. Aku punya alasan dibalik itu semua.

Aku lelah hidup seperti ini
Kenapa papa dan mama ninggalin aku ?
Aku kangen kalian
Aku ingin memeluk kalian
Kalian tidak kangen sama aku ?

Ketika aku sedang menuliskan kata-kata itu dalam buku harianku, kak Raka masuk, mengejutkanku. Tepat saat satu tahun kepergian mereka, malaikat-malaikatku. Tanpa bisa ku hapus air mata yang terlanjur membasahi pipi, aku pun hanya bisa tidur mengalihkan pandangan dari kak Raka.

"Maafin kak Raka ya Ra, kak Raka belum bisa jadi pengganti mama dan papa dalam kehidupanmu. Tapi kak Raka janji gak akan  buat kamu sedih selalu ada saat kamu butuh kakak. Kita tinggal berdua, kepada siapa lagi kita bercerita kalau bukan kita saling terbuka satu sama lain.

Saat itu umurku tujuh tahun, masih sangat kecil kan ? Dan kala itu kak Raka berumur 12 tahun. Seorang anak laki-laki yang harus menerima kenyataan pahit dan harus menguatkan dirinya sendiri serta adiknya yang masih sangat kecil. Kak Raka baik, meskipun kala itu ia baru kelas 6 SD tapi semua kasih sayang yang ia curahkan untukku seperti lelaki kelas 3 SMA.

Meski dirumah kami tidak hanya tinggal berdua kerena ada om dan tante yang setia menemani dan mengurusi keperluan kami sehari-hari tapi kak Raka tetap tidak bergantung pada om dan tante. Pernah suatu saat kak Raka berbicara kepadaku ditengah-tengah ia mengajariku matematika yang merunyamkan itu.

"Selagi kamu bisa, kamu jangan bergantung sama tangan orang lain ya Ra, karena kamu gak tahu kemampuan kamu itu seberapa besar kalau kamu belum mencobanya" Kata-kata kak Raka kala itu hingga kini masih terngiang diotakku.

***

Setahun, dua tahun, hingga kami telah dewasa, om dan tante mulai kembali ke rumahnya masing-masing karena menurut mereka kami telah mampu menjaga diri. Hingga kini, kak Raka telah kerja disalah satu perusahaan ternama di Jakarta. Hampir tiap hari kecuali hari Minggu, kak Raka selalu pulang malam. Sedangkan aku sekarang kelas 3 SMA, beberapa bulan lagi aku akan menempuh ujian nasional. Tapi kini semangat belajarku mulai berkurang. Aku merasa jauh dari kak Raka. Kak Raka sekarang terlalu sibuk dengan dunai kerjanya, aku merasa tersisihkan.

"Loh kamu belum tidur Ra ?" Sapa kak Raka yang baru saja pulang kerja. Aku melirik jam dinding, sudah setengah 11 malam.

"Kak Raka sendiri, kenapa baru pulang ?  Balasku enggan.

"Kan kamu tahu Ra, kakak kan kerja, kamu emang kenapa sih tumben ?" Sergap lelaki yang dilahirkan padan tanggal 13 Agustus itu. Meski usianya kini baru 22 tahun, kerutan dikening dan kantung dimatanya semakin terlihat.

Aku menghela nafas sejenak, mengatur setiap detik nafasku "Aku mau cerita-cerita lagi kak kaya dulu aku kangen kak Raka" Dan aku pun tertunduk, tak ingin memperlihatkan awan mendung diwajahku.

Kak Raka melepaskan dasinya, kemudian duduk didepanku, sambil memelukku ia berkata "Kak Raka juga kangen kamu Ra, kak Raka juga mau kita bercerita lagi seperti dulu, maaf ya selama ini kak Raka sibuk sendiri sama kerjaan kakak, kak Raka gak maksud bikin kamu kesepian kok, maafin ya Ra". Tanpa terasa bulir air mataku membasahi kemeja biru laut yang dikenakan oleh kak Raka malam itu, isak tangisku semakin kencang, aku teringat semua kebersamaan yang dulu, saat semuanya masih lengkap dan tidak pernah ada rasa sepi yang menyelimuti. Kak Raka semakin mengeratkan peluknya. Aku merasa tenang, kehangatan yang diberikan kak Raka untukku sangat terasa.

"Aku sayang kak Raka, aku gak mau kehilangan kak Raka" Ucapku disela-sela isak tangisku. Sekejap kak Raka melepaskan pelukannya, lalu lembut jemarinya menyentuh pipiku, aku terbiasa dengan sentuhan itu, ia mengusap air mataku dan memberikan kode lewat mata bulat hitamnya itu bahwa ia meyakiniku ia takkan pernah meninggalakanku.

***

Pagi itu sangat cerah, aku masuk ke kamarnya kak Raka, terpampang disana foto keluarga kami saat masih utuh, adapula diatas meja kerja foto aku dengannya saat masih kecil, lucu sekali. Aku tersenyum memandangi satu persatu kenangan indah itu hingga tiba tanganku pada sebuah laci, yang ku kira awalnya itu tempat album foto namun ternyata aku salah.

***

Dengkulku lemas, dadaku sesak, hujan itu pun dengan cepat membanjiri pipiku. Aku lemah, benar-benar lemah. Bagaimana tidak, malaikat yang selama ini menjagaku, memberikan kekuatan untukku sama rapuhnya dengan aku bahkan mungkin  ia lebih rapuh dari diriku.

"Bagaimana mungkin selama ini kak Raka menyembunyikan ini semua dari aku ? Kemana selama ini diriku sebagai tempat berbaginya ?" Aku benar-benar tak bisa berkata apapun lagi, aku kaget saat mengetahui rahasia yang selama ini kak Raka simpan dariku. Selama lima tahun kak Raka menahan rasa sakit ini sendirian dan betapa tidak pekanya aku sebagai adiknya, tak pernah mengetahui bahwa penderitaan yang begitu berat dipundak kakak kandungku sendiri sama sekali aku tak pernah mengetahui.

***

Tak disangka hari itu kak Raka pulang cepat, saat ia mendekat, aku langsung mendekapnya.
"Kak Raka, maafin aku ya, aku bukan adik yang baik untuk kak Raka, aku gak tahu kalau selama ini kak Raka nahan sakit sendirian, mulai sekarang aku janji aku akan selalu ada untuk kaka, aku akan temenin kaka tiap minggu untuk kemo dan aku juga mau ikut nyari orang yang ingin mendonorkan sumsum tulang belakangnya untuk kaka, dan kak Raka harus janji sama aku, kak Raka pasti sembuh" Bersama air mata aku mengucapkan itu semua, kak Raka pun tak bisa berkata-kata lagi, ia hanay mengencangkan pelukannya, tanpa sadar, bahuku basah karena air matanya.


Malaikat itu adalah kakakku, yang setia dan sedia
menjadi sayap dan penopan untukku
semoga kak Raka cepat sembuh,
aku sayang kak Raka
*maudira :)


syifamaudiyah :)

Senin, 05 November 2012

Kamu dan Semua Kebohonganmu

Sore itu tampak cerah dari biasanya. Aku duduk menatap senja yang memerah kala itu. Ia sangat indah, aku menyukai senja bukan karena namaku juga Senja. Tapi ... senja memiliki kenangan manis untukku, lebih tepatnya kita.

Masa lalu. Dua kata yang ingin ku buang jauh-jauh dari ruang pikirku. Memang, kita tak boleh sepenuhnya melupakan masa lalu, tapi untuk apa diingat-ingat lagi bila hanya menimbulkan kesakitan yang mendalam ? Bukankah kita tidak boleh bersahabat dengan hal-hal yang menyakiti diri sendiri ? Bukankah kita hidup tentang masa kini dan yang akan datang ? Lantas mengapa masih banyak saja orang yang terbelit masa lalu yang begitu menyeramkan ? Pertanyaan itu termasuk ditujukan untuk diriku.

Telah tiga tahun lamanya, setelah semuanya aku ketahui. Kebohonganmu, kepalsuanmu, kebusukanmu semuanya telah terungkap. Siapa kamu dan apa tujuanmu, semua sudah jelas pada hari itu juga.

Berawal dari pertemuan singkat yang sengaja diciptakan oleh Tuhan. Kita saling beradu mata saat acara itu. Konser amal yang diselenggarakan oleh kampusku. Kamu dan bersama teman-teman kampusmu termasuk dalam donatur dalam acara itu. Ah ... kala itu tampangmu bak pangeran yang baru turun dari kastilnya mencari permaisurinya yang telah lama menjelajahi bumi, aku. Akulah permaisurimu, sayang. Kau tersenyum padaku begitu manis dan ramah, aku pun membalasnya, sederhana. Tapi kala itu aku bersikap cuek padamu, karena cowok yang memiliki tampang sepertimu pasti telah banyak digila-gilai wanita bahkan dimiliki atau memiliki.

***

Seminggu, dua minggu, tiga minggu berlalu sejak acara itu, dan kau pun masih berusaha memberikan perhatian yang sangat besar untukku, mulai dari menanyakan apakah aku sudah makan belum hingga mengantarkanku ke kampus dan menjemputku. Tapi ... lagi-lagi aku belum berhasil ia raih, hingga tepatnya tanggal 02 Juli 2009, hatiku akhirnya luluh, meluruh semua karena perhatian dan sikap-sikapmu yang begitu meng-istimewakanku sayang. Aku tak mampu lagi tuk menyembunyikan rasa ini, rasa yang kumiliki sejak awal pertemuan bola mata kita itu, sayang. "Aku tak mau kehilangan sosokmu." Kalimat itulah yang pertama kali keluar saat aku memutuskan tuk menjalin hubungan denganmu, menjadi kekasihmu. Ah ... indah. Dunia kala itu seakan milik aku dengannya. Suara gemuruh ombak serta alunan angin yang memainkan rambutku denganmu, dan tak lupa, burung-burung pun seperti ingin ikut bahagian dengan kita, ia terus menari diatas sana, mengepakkan sayapnya kemanapun ia inginkan.

***

Setengah tahun, akhirnya aku bisa melewati hubungan ini denganmu. Sosokmu yang begitu memesona. Mata hitam-mu, rambut keriting-mu, serta tegap bahumu. Aku sangat menyukai itu. Aku menyukai semua yang ada padamu.

"Hei, kok ngeliatin akunya gitu banget sih ?" Suaranya memecahkan lamunanku terhadap sosok didepanku yang diciptakan Tuhan amat (mungkin begitu) sempurna.

"Hm .. gapapa ko" Tungkasku.

"Ah ... bilang saja, kamu terpesona kan dengan ketampananku ini ? hahaha ..." Tawa menggelegar dari sosoknya yang kemudian diikuti olehku.

***

"Reno, kamu apa kabar ?" Itu salah satu pesan yang masuk dalam ponselnya Dewa. Seingat aku, yang memanggilnya Reno tak hanya sekali, dua kali, bahkan lebih. Aku pun pernah bertanya tentang ini pada Dewa, tapi ia bilang hanya salah sambung.

Semakin kesini, sikap Dewa mulai berubah, tak lagi seperti yang dulu ku kenal. Perubahan sikapnya itu tepat saat ke-delapan kalinya aku menyakan tentang siapa Reno dan  ... nama aslinya siapa ?

Sampai pada sebuah ketikan jemariku yang berhenti pada akun facebook bernama Reno Aditya. Ku telusuri semuanya. Seperti ada pisau yang sangat tajam menusuk dadaku. Aku sakit, sesak mengetahui semuanya.

***

"Kamu siapa ?" Pesan singkat yang ku tujukan pada Dewa.

"Aku Dewa lah, kamu ini kenapa ?" Balasnya disana.

"Nama asli kamu siapa ?" Beberapa menit ku tunggu tak ada jawaban, hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkannya sebuah pesan singkat lagi.

"Nama asli kamu Reno Aditya ?"

"Iya, gabisa ngelak" Tangisku tumpah, tak dapat lagi ku bendung. Semuanya, semuanya sudah jelas dimalam ini. Dalam hati ku berteriak, aku meronta, selama ini dia siapa, sosok yang selama ini menempati ruang dihatiku.

***

Tiga hari kemudian setelah kejadian itu, Reno memang sempat meminta maaf dan ... selanjutnya ia tak pernah menghubungiku kembali sampai sekarang. Semua kegilaan yang ia buat, semua kebohongan yang tercipta hanya untuk sebuah popularitas. Nama samaran yang ia sandang juga bukan hanya Dewa, masih banyak Dewa-Dewa yang lain diluar sana.

Betapa aku masih tak mengerti jalan pikirnya. Hanya untuk sebuah popularitas ? Ia rela mempermainkan banyak perasaan diluar sana termasuk aku yang terjebak dalam ke-iseng-an-nya. Konyol ! Kamu lucu Reno ! Kamu ingin semua orang diluar sana mengetahuimu, mengenal sosokmu yang begitu ramah, sopan, baik hati, tapi dengan cara seperti itu ?

Tindakan yang kamu pikir itu lucu belum tentu lucu dimata yang lain, sayang.

Terima kasih karena telah meng-ijinkan aku
untuk bisa menyayangimu dan
bermain dalam ke-iseng-anmu

Tidak semua hal itu mudah terlupakan dan
termaafkan, sayang.

syifamaudiyah:)

Minggu, 04 November 2012

Menunggu dan Berharap ...

Aku bingung, kenapa aku menjadi seperti ini ? Hampir tiap malam kini selalu dan selalu kamu yang mememuhi ruang diotakku. Memang, kamu terlalu enggan untuk diabaikan. Sosokmu yang banyak diperbincangkan oleh banyak orang terutama wanita. Aku sama dengan mereka. Aku tak ingin munafik, aku tak mengelak bila aku juga tergila-gila denganmu.

Matamu, hidungmu, senyummu, lenganmu, rasanya ingin aku memilikinya. Tapi ? Itu hanya mimpi untuk orang sepertiku. Mengagumi tanpa harus dilihat. Aku memang hanya pengagummu. Pengagum setiap peran-peran jiwamu.

Aku hanya bisa menunggu ragamu datang setiap malam untuk kemudian aku menikmatinya. Bahumu ? Ah ... Bahumu ingin rasanya aku bisa bersandar disana. Bahumu yang tegap itu selalu terngiang dalam otakku. Kapan aku bisa memilikinya ? Walau hanya sesaat dalam mimpi. Aku ingin merasakan kehangatan yang kau ciptakan.

Apa perlu aku menjadi wanita itu ? Agar aku bisa memelukmu, bersandar dibahumu, menatap matamu yang pasti itu, melihat senyummu lebih dekat bahkan sangat dekat, perlukah ?  Bolehkah ? Ah hahaha ... mungkin ini hanya lelucon yang tak akan menjadi nyata dan lagi-lagi ini memang hanya angan-angan yang akan terbang bersama kunang-kunang.

Kamu memang tak pernah mengenalku, kamu memang tak pernah tahu siapa aku. Siapa sosokku yang berani mengagumimu diam-diam. Kita memang tak pernah bertemu, bertatapan saja tak pernah dan mungkin tak akan pernah. Tapi ... rasa yang tercipta ini telah begitu melekat. Bukankah kita belum pernah melihat Tuhan ? Tapi, kita percaya bahwa Tuhan itu ada. Memang dirimu bukan Tuhan. Tapi itu perumpamaan untuk 'cinta tak harus datang lewat pertemuan nyata' saja kan ?

Malam ini, perkenalkan aku adalah pengagummu, penunggu setiap peran yang melekat dalam tubuhmu, sayang. Aku adalah sipengirim tulisan-tulisan yang (mungkin) buatmu tak ada artinya, hanya sampah yang memenuhi timeline-mu. Tapi ? Tahukah ? Itu tulus, khusus aku ketik oleh jemari dan hati yang terpikat oleh sosokmu.

Aku tak ingin berharap banyak padamu yang sosoknya belum pernah tersentuh jemariku. Karena kamu adalah semu. Takkan  bisa ku raih sampai kapanpun. Karena sosokmu seperti bintang diatas sana yang tak akan bisa ku gapai. Dan aku hanyalah ilalang. Yang terbiasa terabaikan.


Menunggu ...
Menunggu itu menyakitkan
Menunggu itu tidak enak
Menunggu itu memilukan
Menunggu itu menyiksa

Berharap ...
Berharap itu seperti kau melangkah tapi tak memiliki tujuan
Berharap itu seperti kau merangkak tak tahu entah kapan harus berhenti
Berharap itu seperti kau jatuh tapi tak ada yang ingin menolong

Menunggu dan Berharap
Adalah satu paket yang tak terelakkan
Sama-sama menyakitkan



Untukmu lelaki yang lahir  pada tanggal 10  September 1988
Yang ku kenal lewat layar
Yang ku kagumi karena peranmu
Perkenalkanlah, akulah sipengagummu
Sipenikmat senyummu
Dan sipengkhayal memiliki tegap bahumu

*aku tak ingin berharap banyak untuk kamu bisa membacanya
lalu tersenyum
tapi aku tak memungkiri, jika aku menginginkan itu
*maaf aku lancang menuliskan ini
aku hanyalah sipengagummu



Selamat Ulang Tahun, sayang
Maaf aku telat,
bukankah yang terakhir itu yang ISTIMEWA ? :)

syifamaudiyah :)

Per-beda-an ...

Perbedaan ?
Terkadang aku mencintai perbedaan
Karena perbedaan aku dan kamu menyatu
Karena perbedaan aku dan kamu ada
Karena perbedaan aku dan kamu tak merasa bosan
Karena perbedaan memaksa aku dan kamu untuk dewasa
Karena perbedaan aku dan kamu meredam ego masing-masing

Tapi ...
Kini ku benci perbedaan
Karena perbedaan aku dan kamu terpisah
Adilkah ?
Aku yang mencintaimu
Kamu yang mencintaiku
Harus terpisah hanya karena sebuah perbedaan
Celah jemari kita tak lagi saling mengisi
Tubuh kita tak lagi saling menghangatkan
Tangan kita tak lagi saling mengusap air mata
Tawa kita tak lagi ada
Hanya rintihan yang menyiksa

Perbedaan ...
Haruskah itu yang menjadi pembatas kita ?
Aku lelah mengumpat pada rindu kala ia datang
Aku lelah memakai topeng ini
Aku lelah seakan aku tak peduli
Aku lelah seakan aku telah melupakanmu

Mengapa perbedaan kini terlihat jahat dimataku ?
Jarak, waktu ? Mereka sama saja
Karena mereka semua aku tak lagi bisa memelukmu
Menatap matamu saja aku tak bisa

Perbedaan ...
Aku disini bersama kenyataan yang begitu menyakitkan
Merindukan seseorang yang semu
Terpisah oleh perbedaan
Dua dunia


Apakah saat aku merindukan pelukanmu
Saat itu juga kamu memelukku ?
Apakah kau merasakan  ?

Ruang Gerakku, 04 November 2012

syifamaudiyah:)

Sabtu, 03 November 2012

Lelaki Di Halte Itu

Pagi itu hujan turun sangat deras, dengan terpaksa aku diantar oleh ayah. Dari balik jendela mobil aku memerhatikan sudut-sudut jalanan yang tergenang air karena hujan. Tapi ... Aku bahagia saat hujan membasahi bumi, karena saat aku temukan hal yang tak mudah untuk ku rasakan. Aku bisa mencium bau tanah basah. Ah ... bahagia rasanya saat ku menikmati hujan, apalagi saat sore hari dan ... kemudian muncul pelangi ...

Tiba-tiba ayah menghentikan laju mobilnya.

"Kenapa yah ? Kok berhenti disini, kampusku kan masih setengah perjalanan lagi." Tanyaku pada ayah yang terlihat ekspresi tidak menyenangkan dari raut mukanya.

"Ra, kamu turun disini saja ya, sepertinya ada masalah sama mesinnya nih, itu didepan ada halte, kamu naik bisa saja ya sayang" Ucap ayah lemas dan terpaksa, sepertinya ayah juga tidak enak hati denganku karena menurunkanku ditengah perjalanan apalagi kondisinya yang tengah hujan.

"Iya yah, gapapa kok. Aku bisa, aku pamit ya yah" Setelah mencium tangan ayah, aku langsung terburu-buru keluar dari mobil, karena takut bajuku basah dan telat datang ke kampus pagi ini.

"Ahh ... damn !!!" Gerutuku setelah sampai dihalte dan menunggu bis yang menuju daerah kampusku.

Aku melirik jam tanganku, terlihat jarum yang terus berputar.

"Duh mana keburu nih kalo bisnya ga dateng-dateng gini. Udah jam setengah 8 lagi" Ucapku sendiri, tak menghiraukan perhatian orang-orang yang memasang mimik heran denganku.

Belum juga kesalku reda, datang pria bertubuh tinggi dan sedikit
 berisi dengan hidung seperti perosotan taman kanak-kanak menyerobot tempat dudukku. Tanpa permisi dia mengambil tempat dudukku.

"Hei, maaf ya itu tempat dudukku." Ucapku padanya lalu dia menatapku heran.

"Tadi kayanya kosong deh, makanya gue duduk disini" Tanggas pria itu.

"Iya, tadi aku beli minuman (sambil menunjukkan botol minuman yang ku genggam). Huff ... yaudah deh" Ucapku pasrah, malas juga memperdebatkan tempat duduk pagi-pagi begini

Tak lama setelah kejadian itu yang mengharuskanku berdiri selama beberapa menit, hujan pun reda. Aku menatap langit dan mengadahkan tanganku, memastikan kalau hujan telah benar-benar pergi. Aku menatap jam, setengah jam lagi kuis pagiku dimulai.

"Ah ... gimana ini ? kalau kaya gini terus, gak bakalan ikut kuis" Lagi-lagi aku menjadi pusat perhatian karena tingkah dan ucapanku, memalukan tapi aku tak mempedulikan.

"Lo lagi buru-buru ?" Tiba-tiba ada suara disebelahku. Aku menengok kearahnya tanpa menatap matanya.

"Iya" Balasku singkat, tak ingin membuat percakapan dengan lelaki itu.

"Yaudah bareng gue aja, kampus lo dimana ?" Balas lelaki itu. Tanpa menunggu jawaban dariku, ia langsung menarik tanganku menuju motornya dan memberikanku helm.

Selama perjalanan aku benar-benar bingung, setelah aku memberitahu letak kampusku, aku hanya bisa diam.

"Lo kenapa ? Tumben diem aja sih ?" Tanya lelaki itu memecahkan keheningan dalam keramaian perjalanan itu.

"Engga, lagi gak mood aja buat ngomong." Lagi-lagi aku membalas pertanyaannya singkat.

Sepuluh menit kemudian aku sampai dikampusku.

"Terima kasih ya, kamu udah mau nganterin aku, karena kamu bawa motornya juga ga nyantai, aku jadi gak telat buat ikut kuis hari ini." Ucapku padanya dan kali ini disertai senyum. Karena selama perjalanan tadi, aku baru menyadari, seharusnya aku tidak boleh bersikap seperti tadi meskipun dia telah mengambil tempat dudukku, tapi kan itu kesalahanku juga dan dia sudah cukup berbaik hati ingin mengantarkanku sampai ke kampus.

"Iya" Balasnya singkat. Kemudian ia langsung pergi.

"Dasar lelaki aneh, dibaikin malah cuek" Protesku dalam hati. Kemudian melangkahkan kaki menuju kelasku. Tak mempedulikan.

***

Selesai mengerjakan soal-soal tadi, cacing-cacing diperutku meminta jatahnya. Langsung aku meluncurkan kakiku ke kantin. Tak disangka, aku bertemu lelaki yang tadi pagi mengantarkanku.

"Hei, kamu ? Kamu ngapain disini ? Atau kamu mahasiswa disini ya ? Semes ... Tangannya sudah menutup mulutku, menghentikan ucapanku yang seperti kereta api.

Dia langsung menarik tanganku menuju taman dekat kampusku.

"Loh ? Ngapain kesini ? Tanyaku heran.

"Iya gue kuliah disini, gue semester dua dan satu jurusan sama lo dan lebih tepatnya satu kelas sama lo." Jelasnya padaku.

Aku langsung tercengang, mulutku menganga lebar. Aku benar-benar tak menyangka.

"Ah ... kamu lucu, kalau kamu sekelas sama aku ya masa aku gak pernah liat kamu." Balasku tak percaya.

"Ya jelaslah lo gak pernah liat gue, lo kan selalu sibuk dengan buku-buku lo, lo terlalu asik dengan dunia lo, gak pernah peduli sekeliling lo itu ada apa" Ucapnya yang langsung membuat jantungku seperti tertusuk pedang.

"Kok kamu bilang gitu ? Kamu gak boleh nilai aku sebelum kenal aku" Balasku.

"Gue kenal lo. Lo yang punya nama lengkap Maudira Andina. Mahasiswi semester empat yang terkenal dengan prestasi serta buku-bukunya. Yang dikelas paling sering bertanya dan menjawab hampir semua  pertanyaan dari dosen dengan sempurna. Dan lo suka warna putih karena menurut lo putih itu bersih, putih itu suci. Iya kan ?" Aku benar-benar tak menyangka ia tahu hampir semua tentang aku.

"Hm ... Tapi tetep aja kamu gak boleh nilai aku kaya gitu, kamu itu gak deket sama aku. Belum tahu aku yang sebenernya gimana" Aku tetap saja membela diri.

"Oh gitu  ... Oke, gue mau coba deket sama lo, gue suka lo dari awal pertama masuk kelas ini, walaupun lo gak pernah tahu tentang gue bahkan nama gue pun engga, gue engga peduli dan gue sayang lo." Aku hanya bisa terdiam mendengar setiap kata yang keluar dari bibir indahnya itu. Aku bingung.

"Ini terlalu cepat Tuhan. Aku bingung. Tapi, jujur dari awal dia mengantarku, tiba-tiba ditengah perjalanan ada sesuatu yang menyerobot masuk, aneh" Ucapku dalam hati. Kubiarkan dia menunggu jawaban dariku selama beberapa menit, matanya masih saja menatapku, sedangkan aku tak berani sama sekali menatap matanya.

"Iya, aku mau" Jawabku.

"Beneran Ra ?" Tanyanya sumringah.

"Iya, tapi namamu siapa? Tanyaku polos dan kemudian dia menertawakanku.

"Aku Rafael Permana, sayang." Ah  ... ada sesuatu yang mengobrak-abrik otakku hari itu. Aku terlalu cepat menanggapinya. Entahlah aku tak peduli. Yang terpenting sekarang lelaki itu kini ada dalam pelukku selama lima tahun terakhir ini dan peri-peri kecil yang tengah berlarian itu perekat kami berdua. 




Ruang Gerakku, 03 November 2012

syifamaudiyah:)