Minggu, 28 Juli 2013

Ternyata Kebahagiaanku Tetap Tinggal

Ketika waktu perpisahan itu menjadikan benteng yg amat memilukan serta menyedihkan. Jarak seakan teramat jahat membentang, membelah jiwa-jiwa kita yang dulunya tersatukan. Selalu menebar kisah-kisah yang tak biasa. Semua cerita yang kita jalani adalah luar biasa dan tak terlupa. Derai air matapun pernah membanjiri kita bersama-sama, entah itu karena terharu ataupun tersakiti. Tak pernah ada hal yang datar yang kita lalui, tak pernah ada jalan mulus untuk kita. Kita sudah mengalaminya [sebagian]. Amarah, tangis, tawa, canda yang kadang menusuk telinga atau bahkan hati telah menjadi sepenggal kenangan yang tak mungkin terlupa dengan mudah. Karena kita berbeda.

Kita tak selalu urutan dan aturan yang harus dipatuhi benar-benar. Kita adalah kita. Ini tentang kita bukan mereka. Kita ya kita. Kadang menyebalkan, menjengkelkan, memuakkan, tapi lebih dari itu kita ini 'ketulusan'. Iya kan? Atau hanya aku yang kepedean atau terlalu tinggi hati? Oh maaf... Aku hanya ingin memberi penghargaan pada kita yang selalu menjadi kita. Apa adanya. Tak ditutupi. Terbuka dan mandiri. Itu pula kan yang dikatakan oleh our best mom's teacher who ever we had di buku tahunan? Beliau tak sekedar memberi kata-kata mutiara yang sudah biasa. Beliau sama seperti kita, terbuka. Terbuka dengan apa yang dirasa. Beliau tak pernah memaksa tapi menjalani bersama; kita. Kita yang katanya memiliki tawa lepas. Ya memang kita senang sekali tertawa ... Tak acuh pada dalam rasa yang tengah bertalu-talu, memenuhi ruangan disegenap palung hati terdalam. Air mata? Iya, air mata pernah berubah menjadi air tawa ketika kita bersama.

Sungguh! Aku diajarkan banyak rasa karena kita. Aku mengerti bagaimana bersikap dan menahan rasa. Berpura-pura? Ya aku pernah berpura-pura. Tentu kau yang mengetahui maksud ini tengah tersenyum dan membayangkan. Oh lupakan! Ini bukan tentangku tapi kita. Kita yang selalu berbeda...

Tak pernah kehabisan cerita-cerita. Tak pernah datar. Selalu bergelombang. Ide-ide yang terkuak begitu saja tak sekedar jadi ide yang berupa angin. Untuk kita itu bisa direalisasikan. Untuk kita semua jadi mungkin :') [kecuali]

Hai untuk kita, aku menulis ini dengan rasa dan rekaman yang memutar-mutar lambat dalam otakku. Menghadirkan cerita-cerita dulu yang pernah tergoreskan. Mulai dari awal pertemuan kita hingga perpisahan. Mulai dari tenggelam dan rasa masing-masih namun kemudian menyatu dalam jiwa. Mulai dari gelak tawa yang selalu terdengar tulus dan memekikkan hingga air mata yang pernah membasahai sudut mata kita masing-masing. Semua rasa kita sama...
Dan ketika kita bertemu lagi, aku tak percaya tawa itu masih ada, kegilaan itu masih menyeruak, pembeda kita itu masih dan tak pernah berubah. Aku disadarkan bahwa bahagiaku tak pernah pergi, yang ku pikir awalnya saat perpisahan mengibarkan benderanya, kesedihan, kesepian, kesendirian yang akan selalu berkutat denganku. Tapi nyatanya, ku salah. Kebahagiaanku tetap tinggal, disini, dikenangan terdalam memoriku.

Terima kasih... Terima kasih atas semua kisah dan rasa yang sudah terbukukan dalam kenangan memori otakku. Terima kasih atas pengalaman-pengalaman gila yang pernah kita lalui termasuk ketika kita di dunia fantasi sekelas, membuat orang-orang yang lainnya terpaksa, mau gak mau memperhatikan tingkah kita yang...begitu "polos"? :') entahlah, kita ini teramat "polos"...karena sakin polosnya, semua kurai bagian depan dari tornado hampir diisi oleh tubuh-tubuh 'menggemaskan' kita, dan itu tak cukup sekali, karena kita memang tak pernah puas. Selalu lebih dari sekali. Begitu juga pada kicir-kicir, alap-alap, dan yang lebih lagi....arung jeram, entah berapa kali kita bolak-balik naik turun tangganya hanya untuk menciptakan basah yang benar-benar basah pada pakaian yang kita kenakan.  Dan ketika kita ke lembang, mungkin tak pernah dilupakan juga, saat-saat menanti keberangkatan 'kita lagi'. Harus menghadapi kerikil-kerikil yang hampir membuat kita 'goyang' hingga yang akhirnya harus hujan-hujanan dan terpaksa membeli baju baru yang asal-asalan agar tak sekedar masuk angin. Terima kasih atas perjuangan bersama kita. Maaf kalau kadang lidah tak mampu tertahan tuk mengucap dan menyerapah yang menyakitkan. Maaf kalau kadang tangan, mata, kaki kadang tak sejalan dengan hati. Maaf kalau kadang tertanam secuil aura negatif dalam benak. Tapi semuanya tak mampu melebihi dari rasa kagumku dan sayangku terhadap kita. Lihat nanti ya, apa kita tetap 'sama' di sepuluh tahun ke depan bersama cita yang pernah kita angankan :') semoga Allah menyetujui amin...

#SalamJaketBiruMenawan


Hello, we are TWISTER!

Cuma sebagian tapi cukup ... :)


27 Juli 2013
syifamaudiyah:)

Sabtu, 27 Juli 2013

Nanti, Setahun Lagi

"Hai Raaaa" terdengar suara nyaring berteriak memanggilnya dari belakang tubuhnya yang tengah berdiam menatap ke arah lapangan. Dengan perlahan ia memutarkan lehernya, mencari sipemilik suara itu.
Bruk!!! Belum sempurna ia mengatur posisinya, sipemilik suara yang memanggil namanya tadi lebih dulu menabrak tubuh mungilnya yap dan seketika dia pun terjatuh ke lantai yang berwarna putih susu itu.

"Aduh Ra, maaf-maaf, tadi gue buru-buru banget sakin semangatnya, jadi gak bisa ngerem deh hehe" tutur Janet pada Dira sambil membantunya kembali berdiri dengan wajah sok polosnya itu. Sedetik kemudian tak ada ucapan, hanya tatapan datar yang ditujukan oleh Dira pada sosok didepannya itu.

"Aw ... sakit Ra, lo mah dih" rintih Janet sembari memegang lengannya yang baru saja dicubit oleh Dira.

"Bodo" ucap Dira tak mempedulikan. "Emang ada apaan si?" lalu kembali bertanya penasaran.

"Yeee ... gue tuh mau ngasih tau lo kalo tulisan lo yang kemaren itu lolos buat diterbitin" jawab Janet.

"Oh itu ..." balas Dira datar.

"Kok lo datar banget sih ? Gak ada seneng-senengnya" tanya Janet heran dengan sikap sahabatnya itu.

"Ya terus gue harus gimana ? Loncat-loncat kegirangan gitu, terus lari-lari keliling lapangan sambil teriak-teriak yeee cerpen gue lolos, abis itu masuk kelas dia dan bilang thanks ya lo udah jadi inspirasi buat cerpen gue kali dan akhirnya lolos deh.." cerocos Dira sambil menggerakkan tangannya ekspresif dengan mimik muka yang tak kalah sewotnya dengan kalimatnya.

"Iya ! Lo harus ngelakuin itu !" sergah Janet menyetujuinya yang sesaat itu juga membuat Dira bergumam kesal, tetapi malah membuat dirinya tertawa lepas. "Hahaha ..." suara tawanya bergeming ditelinga lawan bicaranya itu.

***

Entah kenapa akhir-akhir ini Dira lebih suka mengamati senja dari jendela kamarnya yang langsung menghadap taman komplek rumahnya. Dari situ terlihat jelas segala apa yang ada dan aktivitas apa dalam taman yang berukuran luas itu, termasuk danau yang dipinggirnya terdapat satu pohon besar yang bisa meneduhkan dikala mentari sedang tidak bersahabat. Tiba-tiba pikirannya melayang-layang ke rekaman kisah setahun yang lalu. Ketika Reyhan datang ke rumahnya sore itu.

Dipandanginya lelaki bertubuh tegap dan tinggi serta berkulit sawo matang yang duduk berhadapan dengan sosoknya saat itu. Mengamatinya dan meresapinya satu persatu. Mata hitam legamnya tak berhentinya bermain-main pada salah satu ciptaan Tuhan didepannya itu. Rambutnya lurus tertata rapi, memamerkan bening dahinya. Alisnya tebal dan sedikit menyambung ditengahnya. Lalu turun ke bagian matanya, matanya berwarna coklat tapi jernih. Hidungnya tak terlalu tinggi tapi cukup membuat Dira terkagum-kagum. Kemudian bibirnya, tipis dan berwarna kemerahan karena dia sama sekali belum pernah mencoba hal-hal yang merugikan dirinya.

"Dir ... udahan dong liatin guenya gitu" protes Reyhan yang membuat Dira sedikit terlonjak karena kaget.

"Eh..hm.. hehe apaan sih lo pede banget" tungkas Dira menyembunyikan rasa malunya sambil mengepalkan tangannya.

"Ah gak usah malu Dir, jujur aja sama gue haha. Oh ya cerpen lo yang berhasil terbit juga itu karen gue kan ? Hayo ngaku ?" ucap Reyhan dengan gayanya yang cool sambil menaikkan salah satu alisnya dan matanya menatap manja lurus ke arah bulatan hitamnya Dira.

"Kok lo tau ? balas Dira kaget. "Eh tapi udah ah, ada apaan lo kesini ?" cepat-cepat Dira mengalihkan.

"Gue mau pamit Dir ..." ucap Reyhan hati-hati setelah ia menyiapkan dirinya untuk mengatakan itu pada Dira.

"Yaelah lo mau pulang sekarang Rey ? Yaudah pulang aja" balas Dira tak acuh, salah paham.

"Bukan Dir ..." jawab Reyhan dengan tampang datar. "Lo lola amat sih, maksud gue bilang pamit tuh bukan gue pamit mau pulang ke rumah tapi gue mau pergi, ke Aussie" jelas Reyhan gregetan dengan reaksi Dira yang lama menangkap maksud kalimatnya. Sejurus kemudian tangan Dira berhenti memasukkan makanan ke dalam mulutnya, lalu matanya menatap lurus ke arah matanya Reyhan. Mulai terpancar gumpalan kristal bening. Yang ditatapnya malah menunduk, tak berani melihat gumpalan itu akan pecah ruah membanjiri pipi cabinya perempuan dihadapannya kini. Membasahi wajahnya yang akan selalu ia rindukan. Memerahkan hidungnya yang biasa ditarik oleh jemarinya.

Satu menit ... Dua menit ... Tiga menit ... Diam tak ada ucapan sama sekali. Keduanya saling bungkam, tenggelam dalam riuhnya perasaan masing-masing.

"Lo berangkat kapan ?" akhirnya Dira memecahkan keheningan diantara mereka berdua.

"Besok Dir" balas Reyhan tak kuasa menahan kepedihan yang mulai tumbuh dalam hatinya.

Dengan tenang Dira mengatur pernapasannya, berusaha mengendalikan jutaan luka yang baru saja tergores dengan perlahan-lahan, memilukan, menyakitkan. "Oh ... yaudah take care ya Rey" hanya itu yang mampu Dira katakan sebelum akhirnya bangkit dan menjulurkan tangan kanannya ke depan Reyhan.

Reyhan hanya menatapnya, kemudian tersenyum, menyambut uluran tangan halusnya Dira. Tak kuasa menahannya, akhirnya Reyhan menarik masuk tubuh rampingnya Dira ke dalam rengkuhannya. Dan duarrr!!! Akhirnya tangisnya Dira pecah, tak mampu lagi terbendung. Sampai-sampai isakan tangisnya terdengar masuk dalam organ cortinya Reyhan, setitik pula menetes butiran air mata diujung matanya Reyhan tapi cepat ia hapus.

"Dir ... gue sayang lo" suara meneduhkan masuk ke telinganya Dira, menenangkan, membuat degupan jantungnya lebih cepat bertalu-talu. Dengan gerakan perlahan untuk melepaskan pelukannya, Reyhan menahannya.

"Jangan dilepasin dulu Dir, gue masih mau meluk lo" perintah Reyhan yang kemudian dituruti oleh Dira.

Hening, kembali hening. Mereka saling menenangkan satu sama lain lewat pelukan yang memebuat nyaman itu tapi mengores luka baru pula.

"Gue juga sayang lo Rey" tiba-tiba Dira bersuara pelan, masih dengan isakannya. Tak lama, Reyhan semakin menguatkan pelukannya, merekatkan kedua lengannya pada pinggang perempuan yang tengah direngkuhnya seakan-akan ingin memberi isyarat bahwa ia juga terluka.

***

Keduanya sudah bisa saling memberikan senyuman terbaiknya masing-masing namun dari matanya masih terpancar merah luka yang baru saja dirasakannya.

"Gue pasti balik kok Dir" ucap Reyhan sambil tersenyum ke arah Dira, tulus.

"Kapan ?" dengan cepat Dira membalasnya.

"Nanti, setahun lagi. Gue bakal bawa bunda sama ayah ke sini, ke hadapan mama papa lo, Dir" jawab Reyhan pasti sembari menggenggam erat jemari-jemarinya Dira. Dan kemudian suara nyanyian berbunga-bunga memenuhi ruang hatinya perempuan ini dengan ribuan pertanyaan dan rasa penasaran yang terpendam.

"Amin ..." ucap Dira kemudian dengan pipinya yang sedikit memerah tapi dengan mata nanar pula yang menyiratkan rasa tak ingin perpisahan. Seakan tahu maksud tatapan Dira, Reyhan menguatkan genggamannya. Menularkan kekuatan dan keyakinan, bahwa rasa dia tak pernah sendiri.


syifamaudiyah:)

Rabu, 24 Juli 2013

Setelah Tiga Tahun ...

Akhirnyaaaa ...

Dengan atau tanpa perubahan yang mendalam dan berarti. Kau datang dan kita bertemu lagi. Setelah tiga tahun ... Lama ya ? Iya ! Kita tidak lagi mengenakan seragam putih-biru itu lagi. Pun sekolah kita juga mengalami perubahan dengan sendirinya. Dengan kelas-kelas yang diisi dengan murid-murid yang bukan [lagi] kita. Kita sudah menapaki jenjang yang lain bahkan harus sedikit menanjak, karena kita pun [ada yang] sudah melepas seragam putih-abu-abunya. Melangkah itu tidak selalu mulus bukan ?

Sadarkan ? Sekolahan dan kelas kita tak lagi sama. Kau pun sama, tak lagi sama. Kau dengan penampilan yang berbeda. Gaya rambut dan bahasa yang agak sedikit jauh dari ketika dulu. Ada juga yang sudah berani dan tak pemalu atau bahkan masih. Lucu ya ? Hm... Ada lagi kau yang sudah mencicipi dunia kerja. Yang bertambah tinggi, dewasa ? Ada. Tapi senyummu tetap sama :)
Dan ocehanmu tentangku yang sekarang. Kau bilang aku tetap sama, tetap juteknya ? What ? Haha maybe It's part of me that can't be separated from my self :p  kau bilang juga aku sombong. Hey aku gak sombong, but I knew your said isn't serious right ? You just wanna make our time as not awkwardly, yakan ? hahaha...

Setelah tiga tahun kita ...
Sebenarnya banyak sekali kesan yang mengelilingi benakku saat ini. Begitu banyak kata-kata yang meyerbu alam pikiranku, namun lidahku kelu 'tuk menyampaikannya; padamu ... Cukup nikmati saja dalam hati bersama rindu yang hampir terobati.

Terima kasih untuk kamu yang bersedia merepotkan diri dengan acara ini. You're irrepalaceable ...


23 Juli 2013,
terima kasih waktu dan senyumannya :)

syifamaudiyah:)

Sabtu, 20 Juli 2013

Untuk Kamu si Lelaki Jogja

Entah sudah berapa minggu setelah itu, setelah otakku terasa terpalu oleh kalimatmu.


"Kamu bebas oleh definisi yang kau ciptakan sendiri"

Yap, kalimat itu terus mengiang-ngiang dalam kepalaku, terus menyerbuku dengan jutaan pertanyaan.

"Lo selama ini siapa? Sebetulnya lo tuh orangnya kaya gimana? Terus definisi orang lain tentang lo gimana? Terus, lo sendiri mendefinisikan sosok diri lo sendiri itu seperti apa? Apa lo cuek? Apa lo sombong? Lo ngerasa pinter? Lo iri-an? Lo yakin lo bisa ngejalaninnya? Apa lo mampu? Lo maunya apa sih?" Dan kata-kata lainnya yang masih bergelayut dalam kepalaku.

Sungguh, sepotong kalimat itu mampu mengobrak-abrik jalan pikiranku, seakan-akan aku seperti disadarkan oleh apa yang selama ini tak pernah ku tahu padahal harus ku tahu dan ku tela'ah.

"Kamu bebas oleh definisi yang kau ciptakan sendiri" lagi-lagi kalimat itu seperti berbicara padaku. Mengingatkan dengan tegas akan definisi yang ku buat untuk diriku sendiri. "Gue itu siapa? Kaya apa? ....." Ah... Bang Bara, kenapa tweet-mu harus muncul bertepatan ketika mataku sedang menjelajahi lini waktu? Takdirkah? Mungkin. Mungkin kau takdir yang Pencipta kirimkan untukku, untuk mengubah sikapku selama ini, untuk menyadarkan betapa pentingnya "menghargai diri sendiri". Karena selama ini, aku hanya mengikuti lalu menjalani tanpa tahu aku ini siapa dan harus melakukan hal apa untuk diriku sendiri.
                                                                                                                                                                  
Aku hanya mengikuti alur, saat aku harus lurus ya aku lurus, ketika ku harus belok kanan atau kiri ya ku ikuti; sesuai jalannya. Ketika ada lubang, ya harus ku hindari, atau kalau tak sempat terpaksa ku harus terlompat dari tempat duduk karena lubang itu sedikit membuat guncangan, mengganggu kenyamananku. Dan kenyataannya, bila ada orang yang komentar akan diriku seperti ini seperti itu tak sesuai dengan pandangan mereka, lalu tanpa ragu ku ubah diriku menjadi seperti seharusnya yang mereka ingini [penjelasan ini terlalu absurd, hanya ku yang tahu] tak mempedulikan bila akhirnya aku melenceng jauh dari jalur yang harusnya diriku.

Kalimatmu seakan-akan menghipnotisku tanpa basa-basi, tepat mengenai sasaran.
"Kamu bebas oleh definisi yang kau ciptakan sendiri"
Delapan kata, enam kali spasi, dan empat puluh tiga huruf. Simple. Namun nyatanya, makna dari kalimat itu tak sesederhana ketika membacanya.



Hai kamu siempunya kalimat, silelaki Jogja yang membuatku penasaran pada Djendelo Koffie, bisakah kau ajari aku, bantu aku untuk memahami maksud "definisi" akan diriku sendiri. Tolong tanggung jawab akan setiap huruf yang kau luncurkan hingga kini merasuk masuk sangat dalam ke benakku, dan tak ingin keluar.


syifamaudiyah:)

Jumat, 19 Juli 2013

Yang Selalu Menjawab dan Tak Pernah Ingkar

Alhamdulillah; segala puji bagi Allah [untuk kesekian kalinya]...Lagi-lagi kalimat pujian itu yang keluar dari hati serta bibir saya.

Sudah terlalu banyak nikmat yang saya ingkari, yang tak pernah saya sadari. Tapi sangat sedikit hal yang saya syukuri. Terlalu banyak menuntut, mengeluh dan mencerca-Nya. Tidak adilkah atau apalah. Padahal selama ini Dia baikkkkk sangat baikkkk sekali. Selalu menjawab dan tak pernah mengingkari atas permintaanku.

"kalau tidak sekarang, akan Ku berikan esok"
"kalau Aku tidak berikan, berarti itu bukan yang kamu butuhkan dan terbaik, dan akan Ku berikan yang lebih baik"
"jangan pernah lelah meminta pada-Ku ! karena setiap sujud malam yang kau lakukan, tak akan Ku tolak, akan selalu Ku sambut setiap jengkal nafasmu yang memohon lirih pada-Ku"
"bila bukan lewat busa ucapanmu, mungkin lewat mereka"

Dua tahun yang lalu, ketika saya benar-benar sangat takut untuk jatuh dalam gelapnya perasaan buta karena tak tersambut oleh tangannya. Ya karena tangannya telah menggenggam yang lain. Jujur ... saya takut sangat takut. Takut menjadi seseorang yang benar-benar "patah". Maka tiba-tiba Dia datang meluncur begitu saja ke dalam benak saya dan seketika saya memohon, "jangan pernah ada tangis dan rasa sakit setelah kejadian ini" dan benar, Dia tak pernah ingkar dan selalu menjawab, esoknya ... tak usah menunggu lama. Ketika melihat mereka beriringan, sakit sih sakit, tapi Dia bersama saya, lebih sangat lebih melindungi hati saya, menahan setiap butir air mata yang ingin keluar dari persembunyiannya, meneguhkan perasaan yang hampir-hampir menumbangkan tubuh saya. Harus percaya ! Karena ini nyata, Dia tak membiarkan saya menjadi lemah, tak membiarkan air mata saya begitu saja terbuang karenanya.  Hari terus berlalu, sungguh saya sendiri tak percaya saya mampu menghadapi mereka. Bertatapan bahkan tersenyum dan mencoba menjadi tetap sama seperti tak ada masalah. Karena malam itu, saya telah meminta dan saya tahu, Dia selalu menjawab dan tak pernah ingkar

Cerita lain ...
Sekitar hampir 3-4 tahun yang lalu, saat orang tak pernah saya bayangkan untuk berpisah dengannya benar-benar pergi. Ini bukan lagi tentang pergi dengan jarak yang dapat ditempuh oleh kapal laut atau pesawat terbang, tapi ini jarak yang teramat jauh, yang tak akan pernah bisa saya jangkau. Karena saat itu Pemiliknya telah memintanya kembali, dan saya tak bisa menolak, ya karena sudah waktunya, lagipula toh waktunya saya juga nanti tiba. Dan saat itu, tepatnya malam menjelang fajar itu, air mata orang yang dititipi oleh-Nya tiga orang anak perempuan termasuk saya didalamnya tumpah ruah, dan ketika itu pula saya memohon agar tak ada air mata yang keluar dari bulatan ini, karena saya harus kuat, bukan hanya untuk saya tapi juga untuknya, untuk mereka. Air mata mereka sudah cukup menandakan keperihan luka karena ditinggalkannya, jangan lagi air mata saya menambahi keperihan lukanya. Maka, hari itu juga tangis saya berhenti didalam sebuah selimut yang saya pakai memang untuk menutupi tangisan saya dan tak ada lagi tangis hingga saat ini. Saya menyimpannya dalam hati; terdalam :)

Daaaan ... masih banyak cerita lain yang sebenarnya dan nyatanya emang itu nikmat dan jawaban dari tiap permohonan yang langsung saya tujukan kepada-Nya. Seperti hari ini, lagi-lagi Dia selalu menjawab dan tak pernah ingkar. Saya lolos ! Bismillahirrohmannirrohim; [dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang] saya memohon kembali, beri saya kemampuan, keikhlasan, kemudahan dan ketenangan dalam menjalani setiap prosesnya....amin...

Tuhan saya itu Ada...
Baik sangat baik
Laillaha Ilallah ...
Qul Huwallaahu Ahad
[Katakanlah, "Dia-lah Allah Yang Maha Esa"
Allahu samad
[Hanya Allah-lah tempat bergantung]
*QS. Al-Ikhlas ayat 1 dam 2

Jumat, 05 Juli 2013

Jogja di Tahun Depan

"Yaudah tahun depan ajalah kita main ke Jogja"

Hai kamu, tak menyangka aku bisa mendapatkan senyum itu lagi. Senyum yang pernah hilang ketika kita masih bisa bercengkerama bahkan tertawa lepas satu sama lain. Tanpa ganjalan. Ya ya ya aku tak ingin mengingat hal miris itu lagi. Yang ku tahu, hari ini kau tersenyum untukku :)

Tentang Jogja ditahun depan, akankah menjadi kenyataan ? aku harap menjadi nyata, karena selama ini aku telah lelah terlalu banyak mengkhayal bersama mereka-mereka hehehe.

Tentang Jogja ditahun depan, kita 'kan pergi kesana bersama pasti kan ?

Tentang Jogja ditahun depan, aku ingin merajut cerita yang sempat terputus, aku ingin kembali merasakan tawa lepasmu, dari bibir yang sering kau gigit; dulu.

Tentang Jogja ditahun depan, semoga menjadi nyata. Amin :)

Rindu Ini Belum Selesai

Hai ... tadi kita ketemu kan ya ? Hm, tapi itu singkat banget, kamu tahu kan ? Tentu, aku katakan itu sejujurnya padamu. Untuk hampir enam tahun tanpa kata, tanpa bertatap muka, kita cuma menghabiskan waktu satu jam ? Oh itu terlalu lama, mungkin cuma lima menit. Iya lima menit, sedih ... tapi ya mau gimana lagi ? Kita seakan-akan ditarik-tarik oleh waktu. Maaf, tadi bukan maksudku menyalahimu, aku tahu, aku yang salah, aku yang telat. Tahukah ? Dari jutaan detik yang lalu, adalah waktu itu yang kutunggu, hari ini. Tapi nyatanya, waktu tak berperan dalam langkah kita. Ia tak ingin kita berlama-lama, mungkinkah ia cemburu ?

Sejujurnya, rindu ini belum selesai, sayang. Masih banyak syaraf-syaraf yang lain menantikan kedatanganmu. Hati ini masih memanggilmu, sekuat-kuatnya ia menahan 'tuk kamu jangan pergi dulu.

Rindu ini belum selesai, sayang. Masih ada rasa candu yang belum terobati, yang belum kau sentuh. Maaf kalau aku menangisimu. Hanya untuk hari ini; malam ini. Tiba waktunya kita 'kan bertemu diwaktu yang lebih lama, dan kita yang berperan bukan waktu yang kejam.


sedih

syifamaudiyah:)

Senin, 01 Juli 2013

Selalu Ada Air Mata


Tak pernah mengerti mengapa selalu ada air mata dalam setiap tatapanku terhadapmu. Lagi dan lagi air mata yang selalu jadi pemeran utamanya ketika mata ini bertemu dengan potret jiwamu. Mengalir begitu saja tanpa bisa ku cegah. Deras dan semakin deras tak tahu kapan berhenti. Bisakah kamu jelaskan tentang peristiwa ini ? Seperti ketika kamu memberi penjelasan tentang suatu penyakit kepada pasienmu, kemudian kamu berikan obat untuk kesembuhannya. Oh ... sungguh aku ingin terlepas dari air mata yang penyebabnya kamu. Aku ingin menjauh dan melupakan kenangan yang teramat membahagiakan hingga kala waktu ini hadir hanya bisa menimbulkan aliran air mata. Karena itu hanya sebuah kenangan yang takkan pernah bisa terulang.

Aku kehilangan kalimat penyemangat itu. Aku kehilangan kekuatan itu. Aku kehilangan kamu.


-this is one reason

syifamaudiyah:)

Biarkan Rindu


Cerita rindu yang tak mau pergi

Yang masih saja bergelayut mesra dalam benak

Biarkan, biarkan saja, jangan halangi

Lihat dan rasakan

Biarkan, biarkan ia datang, menemui tujuannya;
lalu pulang ...

Tentang Sebuah Pelukan Dalam Mimpi

Aku masih termenung. Tergugu dalam sebuah ketidakpastian akan sebuah rasa yang berharap 'kan segera disambut. Menyedihkan ya ? Pasti. Sejujurnya, ini bukan sebuah rasa cinta seperti cinta romeo dan juliet !

Kamu. Kamu yang mampu memberikanku sebuah rasa nyaman dalam setiap rangkai katamu yang tertera dalam pesan singkat, dulu. Kamu ajari aku bagaimana mereka-reka ekspresi wajahmu ketika mengirimkan kata ini--kalimat ini. Kamu ajariku tertawa dalam kata. Kamu ajari aku merindu dalam gelap. Kamu ajari aku menalaah sebuah rasa. Kamu beriku kenyamanan, meski hanya dalam sebuah mimpi. Menembus alam bawah sadarku. Ya, hebat kan sosokmu ? Kamu sadar itu ? Oh tentu ! Kamu makhluk paling "ter-pe-de" yang pernah ku kenal.

Tentang sebuah pelukan dalam mimpiku semalam ...

Ku rasa pelukan itu belum usai. Masih ada yang mengganjal lewat matamu ku baca. Rasa nyaman itu ada, tapi rasa aman yang dulu mampu kamu berikan, ku tak bisa merasakannya. Kamu kosong. Tidak seperti sebelumnya, ketika ia melingkarkan lengan kokohnya pada bahuku, dia tancapkan kenyamanan sekaligus rasa aman dalam tubuhku. Matanya ikut bicara, seakan-akan menyatu dalam rasaku.

Hey, tahukah ? Mimpi itu belum selesai, ku tegaskan ! Bisakah sosokmu kembali hadir nanti malam ? Tentu dalam mimpiku. Mengulang kisah cerita dan sebuah pelukan, tepiskan semua rasa pedih, perih, sesak, sakit.

Selesaikan. Selesaikan pelukan itu, dengan senyuman bukan dengan mata nanar yang ingin cepat-cepat pergi.
Selesaikan. Selesaikan pelukan itu, agar tak ada lagi air mata disetiap malam ketika tubuh rindu menampakkan sosoknya.
Selesaikan. Selesaikan pelukan itu, agar tak ada lagi pengharapan yang begitu dalam terhadapmu yang teramat jauh 'tuk tergapai.
Dua tahun ... waktu yang tak singkat bukan ? untuk terus menunggu tiba tanggal itu tanpa seseorang pun disampingku.

Selesaikan. Selesaikan pelukan itu, dan tersenyumlah untukku, padaku. Agar keikhlasan yang berperan, dan esok ketika mataku terbuka, hatiku 'kan menjadi baru. Siap 'tuk berlabuh di dermaga lain yang lebih kokoh dan mengagumkan. Sehingga tak ada lagi kepedihan yang bermain-main dalam organ terlembut yang ku miliki; hati.

-

syifamaudiyah:)

Tiga Tahun Dalam Maya

Termenung dalam rasa. Rasa yang berjuta-juta detik lalu pernah menghadirkan kita. Ah… kita ? Iya kita, aku dan kamu, sayang. Berawal dari sebuah kebetulan yang kita kenal sebagai takdir. Masih ingat kan betapa dulu kita dekat, sangat dekat. Bahkan suaramu saja sampai-sampai ku hapal. Tetiba layar ponsel menandakan kehidupannya, ku tahu itu kamu. Kamu tahu ? Dulu. Ku selalu menanti-nantikan percapakan luntang-lantung tak tentu arah kita, setiap malam. Aku selalu berharap mendapatkan “telepon gratis” dari operator tapi nyatanya ku tak seberuntung kamu, karena tiap percakapan kita, kamu yang memulai. Kamu bercerita apapun atau bahkan menjailiku tentang masa lalu. Hahaha ku tahu kamu pasti tertawa ketika membaca kalimat tadi. Menyebalkan. Tapi ku akui itu part of sweet memories that we ever had. *senyum*

Oh ya… Masih terajut halus dalam benakku tentang mimpi yang tak pernah ku tahu bahwa itu hanya angan atau bisa menjadi sebuah kenyataan. Kamu masih ingat ? Tentang sehelai rencana kita yang begitu tulus ‘tuk berjumpa. Karena jemari-jemari ini tak sanggup menahan kekosongannya dan bahkan lengan ini pun tak sabar ingin merengkuhmu, melingkarkan kekuatan akan kita. Sungguh manis bila mengingat itu. Akankah terwujud ? Aku serahkan semuamya pada takdir seperti saat ia memperkenalkan kita.

Hingga waktu terus berjalan dan tak bisa berhenti karena hidup ini realita dan bukan fairy tales atau bahkan … jangan… jangan kamu berharap hidup kita ‘kan semudah doraemon. Sungguh, buka matamu. Lihat dunia ! Menyakitkan … tapi menjadikan kita pribadi yang kuat. Oh ya… aku lupa cerita padamu, kalau sekarang aku telah lulus dari pendidikan 12 tahunku, bahagia… bebas… tapi ku tahu didepan masih banyak ranting-ranting bahkan batang pohon besar yang sedang menungguku ‘tuk menyingkirkannya. Aku tahu, hidup itu tak pernah mulus. Kita hidup dalam kenyataan bukan dunia maya. Karena seberapa banyak teman yang kamu miliki, takkan berarti ketika kamu butuh pelukan hangat meneduhkan, bila ternyata ia hanya maya tak pernah nyata.

Tiga tahun kita dalam maya. Entah, mungkin maya yang ini berbeda. Kau seperti nyata ‘tuk bisa ku raih meski hanya angin. Tiga tahun yang lalu, ketika kita mulai mengenal dan memahami tentang arti sebuah jalinan yang kita sebut “sahabat”. Manis ya ? Aku tak pernah menyangka akan hubungan yang sejauh ini. Tiga tahun yang lalu, ketika ku masih mengenakan seragam putih-biru, hingga kini ku telah melepas seragam putih abu-abu, kamu masih ada bersamaku. Merengkuhku dengan kalimat do’amu.

Untuk kamu, yang ku maksud dalam rangkai kata ini. Anggap saja aku memiliki penyakit “Athazaoraphobia” terhadapmu.


teruntuk kamu;
yang ku reka dalam jejak khayal

Percaya atau ngga ? Ini tiga tahun yang lalu, lucu ya? atau malah aneh ?
maaf :) 
Maluuuu ! *senyum manis* :p



syifamaudiyah:)