Sabtu, 27 Juli 2013

Nanti, Setahun Lagi

"Hai Raaaa" terdengar suara nyaring berteriak memanggilnya dari belakang tubuhnya yang tengah berdiam menatap ke arah lapangan. Dengan perlahan ia memutarkan lehernya, mencari sipemilik suara itu.
Bruk!!! Belum sempurna ia mengatur posisinya, sipemilik suara yang memanggil namanya tadi lebih dulu menabrak tubuh mungilnya yap dan seketika dia pun terjatuh ke lantai yang berwarna putih susu itu.

"Aduh Ra, maaf-maaf, tadi gue buru-buru banget sakin semangatnya, jadi gak bisa ngerem deh hehe" tutur Janet pada Dira sambil membantunya kembali berdiri dengan wajah sok polosnya itu. Sedetik kemudian tak ada ucapan, hanya tatapan datar yang ditujukan oleh Dira pada sosok didepannya itu.

"Aw ... sakit Ra, lo mah dih" rintih Janet sembari memegang lengannya yang baru saja dicubit oleh Dira.

"Bodo" ucap Dira tak mempedulikan. "Emang ada apaan si?" lalu kembali bertanya penasaran.

"Yeee ... gue tuh mau ngasih tau lo kalo tulisan lo yang kemaren itu lolos buat diterbitin" jawab Janet.

"Oh itu ..." balas Dira datar.

"Kok lo datar banget sih ? Gak ada seneng-senengnya" tanya Janet heran dengan sikap sahabatnya itu.

"Ya terus gue harus gimana ? Loncat-loncat kegirangan gitu, terus lari-lari keliling lapangan sambil teriak-teriak yeee cerpen gue lolos, abis itu masuk kelas dia dan bilang thanks ya lo udah jadi inspirasi buat cerpen gue kali dan akhirnya lolos deh.." cerocos Dira sambil menggerakkan tangannya ekspresif dengan mimik muka yang tak kalah sewotnya dengan kalimatnya.

"Iya ! Lo harus ngelakuin itu !" sergah Janet menyetujuinya yang sesaat itu juga membuat Dira bergumam kesal, tetapi malah membuat dirinya tertawa lepas. "Hahaha ..." suara tawanya bergeming ditelinga lawan bicaranya itu.

***

Entah kenapa akhir-akhir ini Dira lebih suka mengamati senja dari jendela kamarnya yang langsung menghadap taman komplek rumahnya. Dari situ terlihat jelas segala apa yang ada dan aktivitas apa dalam taman yang berukuran luas itu, termasuk danau yang dipinggirnya terdapat satu pohon besar yang bisa meneduhkan dikala mentari sedang tidak bersahabat. Tiba-tiba pikirannya melayang-layang ke rekaman kisah setahun yang lalu. Ketika Reyhan datang ke rumahnya sore itu.

Dipandanginya lelaki bertubuh tegap dan tinggi serta berkulit sawo matang yang duduk berhadapan dengan sosoknya saat itu. Mengamatinya dan meresapinya satu persatu. Mata hitam legamnya tak berhentinya bermain-main pada salah satu ciptaan Tuhan didepannya itu. Rambutnya lurus tertata rapi, memamerkan bening dahinya. Alisnya tebal dan sedikit menyambung ditengahnya. Lalu turun ke bagian matanya, matanya berwarna coklat tapi jernih. Hidungnya tak terlalu tinggi tapi cukup membuat Dira terkagum-kagum. Kemudian bibirnya, tipis dan berwarna kemerahan karena dia sama sekali belum pernah mencoba hal-hal yang merugikan dirinya.

"Dir ... udahan dong liatin guenya gitu" protes Reyhan yang membuat Dira sedikit terlonjak karena kaget.

"Eh..hm.. hehe apaan sih lo pede banget" tungkas Dira menyembunyikan rasa malunya sambil mengepalkan tangannya.

"Ah gak usah malu Dir, jujur aja sama gue haha. Oh ya cerpen lo yang berhasil terbit juga itu karen gue kan ? Hayo ngaku ?" ucap Reyhan dengan gayanya yang cool sambil menaikkan salah satu alisnya dan matanya menatap manja lurus ke arah bulatan hitamnya Dira.

"Kok lo tau ? balas Dira kaget. "Eh tapi udah ah, ada apaan lo kesini ?" cepat-cepat Dira mengalihkan.

"Gue mau pamit Dir ..." ucap Reyhan hati-hati setelah ia menyiapkan dirinya untuk mengatakan itu pada Dira.

"Yaelah lo mau pulang sekarang Rey ? Yaudah pulang aja" balas Dira tak acuh, salah paham.

"Bukan Dir ..." jawab Reyhan dengan tampang datar. "Lo lola amat sih, maksud gue bilang pamit tuh bukan gue pamit mau pulang ke rumah tapi gue mau pergi, ke Aussie" jelas Reyhan gregetan dengan reaksi Dira yang lama menangkap maksud kalimatnya. Sejurus kemudian tangan Dira berhenti memasukkan makanan ke dalam mulutnya, lalu matanya menatap lurus ke arah matanya Reyhan. Mulai terpancar gumpalan kristal bening. Yang ditatapnya malah menunduk, tak berani melihat gumpalan itu akan pecah ruah membanjiri pipi cabinya perempuan dihadapannya kini. Membasahi wajahnya yang akan selalu ia rindukan. Memerahkan hidungnya yang biasa ditarik oleh jemarinya.

Satu menit ... Dua menit ... Tiga menit ... Diam tak ada ucapan sama sekali. Keduanya saling bungkam, tenggelam dalam riuhnya perasaan masing-masing.

"Lo berangkat kapan ?" akhirnya Dira memecahkan keheningan diantara mereka berdua.

"Besok Dir" balas Reyhan tak kuasa menahan kepedihan yang mulai tumbuh dalam hatinya.

Dengan tenang Dira mengatur pernapasannya, berusaha mengendalikan jutaan luka yang baru saja tergores dengan perlahan-lahan, memilukan, menyakitkan. "Oh ... yaudah take care ya Rey" hanya itu yang mampu Dira katakan sebelum akhirnya bangkit dan menjulurkan tangan kanannya ke depan Reyhan.

Reyhan hanya menatapnya, kemudian tersenyum, menyambut uluran tangan halusnya Dira. Tak kuasa menahannya, akhirnya Reyhan menarik masuk tubuh rampingnya Dira ke dalam rengkuhannya. Dan duarrr!!! Akhirnya tangisnya Dira pecah, tak mampu lagi terbendung. Sampai-sampai isakan tangisnya terdengar masuk dalam organ cortinya Reyhan, setitik pula menetes butiran air mata diujung matanya Reyhan tapi cepat ia hapus.

"Dir ... gue sayang lo" suara meneduhkan masuk ke telinganya Dira, menenangkan, membuat degupan jantungnya lebih cepat bertalu-talu. Dengan gerakan perlahan untuk melepaskan pelukannya, Reyhan menahannya.

"Jangan dilepasin dulu Dir, gue masih mau meluk lo" perintah Reyhan yang kemudian dituruti oleh Dira.

Hening, kembali hening. Mereka saling menenangkan satu sama lain lewat pelukan yang memebuat nyaman itu tapi mengores luka baru pula.

"Gue juga sayang lo Rey" tiba-tiba Dira bersuara pelan, masih dengan isakannya. Tak lama, Reyhan semakin menguatkan pelukannya, merekatkan kedua lengannya pada pinggang perempuan yang tengah direngkuhnya seakan-akan ingin memberi isyarat bahwa ia juga terluka.

***

Keduanya sudah bisa saling memberikan senyuman terbaiknya masing-masing namun dari matanya masih terpancar merah luka yang baru saja dirasakannya.

"Gue pasti balik kok Dir" ucap Reyhan sambil tersenyum ke arah Dira, tulus.

"Kapan ?" dengan cepat Dira membalasnya.

"Nanti, setahun lagi. Gue bakal bawa bunda sama ayah ke sini, ke hadapan mama papa lo, Dir" jawab Reyhan pasti sembari menggenggam erat jemari-jemarinya Dira. Dan kemudian suara nyanyian berbunga-bunga memenuhi ruang hatinya perempuan ini dengan ribuan pertanyaan dan rasa penasaran yang terpendam.

"Amin ..." ucap Dira kemudian dengan pipinya yang sedikit memerah tapi dengan mata nanar pula yang menyiratkan rasa tak ingin perpisahan. Seakan tahu maksud tatapan Dira, Reyhan menguatkan genggamannya. Menularkan kekuatan dan keyakinan, bahwa rasa dia tak pernah sendiri.


syifamaudiyah:)

Tidak ada komentar: