Sabtu, 25 Agustus 2012

Di Balik Senja II


sebelumnya di- Di Balik Senja I     
            “Gue sayang lo Rin” itulah kalimat terakhir  Rizu padaku sebelum keberangkatannya untuk melanjutkan kuliahnya di Ausie.
            Lalu dengan gerak refleks mataku tertuju sepotong surat yang baru saja diberikan Rizu untukku. “Lo baru boleh buka ini kalo nanti sekitar setahun gua ada disana.” Pesan Rizu tadi saat memberikan suratnya padaku.
***
            Aku masih sibuk mencari-cari sesuatu yang belum ku temui dari sore tadi.
“Rinduuuuuuu, ayo makan sayang, kamu lagi ngapain sih ? Dari tadi belum turun-turun juga.” Akhirnya kalimat itu terdengar lagi ditelingaku.
            Dengan jawaban yang sama aku menjawabnya “Iyaaa ibu sayang, sebentar”.
Dan akhirnya aku memutuskan untuk berhenti sejenak sambil mengingat-ingat dimana terakhir aku letakkan benda itu. Aku berjalan menuruni anak tangga satu-persatu karena posisi kamarku dilantai dua. Sambil menggaruk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal itu aku terus berpikir keras, memunculkan memori-memori tempat dimana benda itu terakhir ku letakkan
“Ah inget” teriakku saat dimeja makan, mengagetkan ayah dan ibuku.
“Kamu kenapa Rindu ? Inget apa ? Tanya ayah padaku.
“Engga yah hehe, Rindu ke atas dulu ya yah, ibu” Balasku.
***
Entah sudah berapa lama Rizu meninggalkan kota ini terutama taman ini. Sejak keberangkatannya, baru kali ini lagi aku kesini, ke taman ini. Karena di depan surat yang dikasih Rizu padaku tertululis “nanti misalkan udah hampir setahun, lo ke taman komplek ya Rindu, ada yang mau gue tunjukin”.
“Yap mungkin ini udah hampir setahun jadi apa salahnya kalo gue sekarang ke taman itu.” Ucapku dalam hati sambil berjalan menuju taman itu.
Tibanya aku disitu, ada seseorang kakek tua menghampiriku. “Nak, kamu pasti kesini mencari sesuatu kan. Setahun yang lalu ada seorang anak laki-laki yam menitipkan ini pada kakek dan dia minta untuk memberikan ini padamu. Dan kakek rasa kamu orangnya karena yang ia ceritakan sama persis denganmu.”
***
Esoknya, sebelum senja berubah menjadi gelap pekat, aku terburu-buru menginjakkan pedal mobilku menuju suatu tempat. Akhirnya aku bisa menemui kakek itu lagi.
“Hai kek, masih ingat denganku ?” Ucapku pada seseorang yang kira-kira berumur lebih tua dari ayahku.
“Hai nak, kamu dating lagi, ada apa ?” Balas kakek itu, to the point.
“Hmm … Gini kek, aku mau nanya tentang surat ini, kok surat ini bisa Rizu titipin di kakek ya, setahu ku Rizu orangnya tertutup termasuk denganku untuk hal seperti ini kek. Terus kenapa lagi-lagi disurat ini tertulis aku tidak boleh membuka dan membacanya sebelum aku sukses mengejar mimpiku ?” Cerocos ku pada kakek itu.
“Duh, ternyata dia benar ya, apa yang dia ceritakan tentangmu tidak pernah bohong, kamu memang cerewet hehehe …” Balas kakek itu dan aku pun terdiam.
“Aduh nak maaf kakek cuma bercanda. Hmm … jadi gini Rizu menitipkan surat itu pada kakek karena dia merasa kakek pasti bisa menyampaikan surat ini untukmu nak, ada sesuatu yang tidak selalu kamu tahu tentangnya bukan ?” Ucapan kakek itu mengakhiri senja hari ini. Redup, tak jelas seperti kisah ini.

***
“Hai jenooooooooong, maaf ya gue baru bales, sibuk banget nih disini hehehe.” Itu pesan singkat yang ku terima lewat email milkku, dari Rizu. Yap, setelah selama ini dia menghilang, baru pertama kali itu dia mengirimiku email. Setelah hampir setahun dia meninggalkan taman kita, meninggalkanku dengan abu-abunya, gelap menuju terang atau terang menuju gelap, entahlah. Malam itu ku habiskan bercerita banyak pada Rizu tentang setahun ini.

***
Lima tahun berlalu sejak malam itu. Aku masih sempat untuk berkirim email dengannya. Tapi akhir-akhir tahun ini dia menghilang lagi. Padahal ingin aku tunjukkan pada Rizu bahwa cita-cita kecil ku dulu yang sering ku bicarakan padanya telah terwujud. Dokter, ya sama sepertinya.
“Ya Tuhaaan … Rizu kemana ?” Entah kenapa kali ini perasaanku sangat cemas saat memikirikan Rizu. Kemudian aku teringat pada surat-surat yang Rizu berikan padaku waktu itu.

***
Surat pertama ku buka sangat hati-hati Di surat itu ternyata tertempel foto aku dan Rizu sewaktu kelulusan SMA dengan latar belakang senja, indah. Lalu ku baca surat itu :
To : Jenongku sayang, Rindu
Rin, mungkin apa yang gua alamin selama ini konyol banget ya, ga masuk akal, tapi ini Rin yang kadang buat gua ga bisa tidur semaleman atau bahkan semangat banget buat belajar. Tapi, tau ga Rin perjanjian yang waktu itu kita buat bodoh banget ya ? melarang untuk memiliki perasaan selain persahabatan. Dan maaf Rin, gua ngelanggar perjanjian konyol itu. RIN GUA SAYANG LO !
From : Lelakimu J
Surat pertamanya langsung pada tujuannya, singkat, jelas, padat. Andai aku bisa mengatakan hal yang sama dan ingin membatalkan perjanjian itu. Tanpa lama-lama meratap aku langsung membuka surat kedua yang Rizu berikan padanya. Kali ini tidak ada foto didalamnya.
To : Dokterku sayang J
Aku tau Rin kamu pasti bisa. Selamat Rinduku sayang, akhirnya kamu mendapatkan gelar itu. Aku senang, Maaf kalau aku hanya memberikanmu dua surat. Yang pertama tentang isi hatiku dan sekarang surat ini. Bisakah kamu datang ke taman Rin sekarang ?
From : Pasienmu sayang J
Tanpa berpikir panjang, aku langsung bergegas dari tempat tidurku, berlari menuju lantai dasar rumahku sambil membawa suratnya. Tanpa pamit dengan ibuku, aku langsung berlari menuju taman ditengah-tengah komplekku.

***
Tibanya disana, aku memang benar menemukan Rizu. Sekarang dia semakin kurus, tapi tegap badannya masih sama. Dengan senyum sumringah aku berjalan menghampiri Rizu. Rizu pun berbalik badan seakan tahu ada sosok yang berjalan dibelakangnya. Entah mengapa, langkahku terasa berat saat melihat baju dan tangan Rizu yang telah terkotori oleh darah yang terus mengalir dari hidungnya. Rizu menghampiriku dengan senyum yang tak pernah berubah sejak enam tahu lalu, berjalan seperti tak punya kekuatan lagi. Dengan langkah tak sadar, aku pun melangkahkan kaki ku menuju Rizu, aku memeluk Rizu erat seakan tak ingin membiarkan Rizu pergi lagi begitu pula Rizu membalas pelukanku sangat erat seakan sama, seakan isyarat bahwa ia tak ingin meninggalkanku lagi. Tiba-tiba Rizu mengeluarkan suara “Rin, aku sayang kamu, maafin aku” sebelum akhirnya dia tidur dalam pelukanku, untuk selamanya.


Ruang Gerakku, 25 Agustus 2012

syifamaudiyah:)

Tidak ada komentar: