Senin, 31 Agustus 2015

Surat Kedua Untuk Kamu

Hai, kamu yang semalam nonton MU bersama. Aku dirumah dan kamu pun sama.

Kamu pasti bingung bisa tiba-tiba mendapatkan surat kedua padahal surat pertama belum pernah kamu baca bahkan terima sekalipun. Gak apa-apa. Aku hanya menulis tak berharap kau bisa membacanya. Karena ada yang bilang menulis adalah cara paling jujur dengan diri sendiri dan penghayatan terbaik.

Maaf kalau selama mengenalku, aku begitu menyebalkan, aneh. Itu yang kamu bilang kan? Aku boleh jujur? Ketika ku yang datang lebih dulu. Aku hanya ingin menyapa. Ingin melihat dan merasakan senyum itu lagi. Senyum yang beberapa bulan lalu yang bisa menyemangati tiap datang ke ruangan yang ada sosokmu. Padahal ruangan itu buatku mengerikan. Banyak anak bayi, iya benar-benar bayi mungil yang baru lahir. Ada beberapa yang lucu, tapi lebih dari itu ada mereka yang masih sangat kecil tapi terpasang jarum dan selang ditubuhnya yang belum tau tentang dunianya. Kamu tentu paham kan?

Tapi nyatanya, Tuhanku ingin mengajarkanku dunia yang lain. Duniamu. Yang sempat mengerikan awalnya tapi entah darimana aku memandang dan berpikir, aku ingin membantu. Serius. Bukan dengan cara yang kamu minta. Dengan caraku? Mungkin. Tapi aku berharap dengan cara yang logis dan sedikit lebih baik.

Lagi-lagi kamu merengek seperti anak kecil yang sedang meminta balon atau permen pada ibunya, padahal yang kau minta lebih dari itu, menjijikan iya. Maaf kalau aku harus keras seperti yang kamu bilang. Aku perempuan. Sebenarnya, aku bisa apa bila disandingkan dengan lelaki, apalagi sepertimu, selain melembutkannya? Aku perempuan yang terkenal dengan simbol makhluk lemah. Tapi kepada siapa lagi kami makhluk yang mereka bilang lemah mendatangkan kekuatan kalau bukan dari diri kami sendiri. Seniorku di SMA pun pernah bilang, perempuan itu mulia. Dan ada kalimat lain kalau perempuan kadang lupa betapa berharga dirinya. Kalau bukan mulai aku sendiri yang menghargai dan mengangkat diriku sendiri, lalu siapa? Kamu? Haha. Gak mungkin. Sikap kamu yang seperti itu saja menandakan kamu merendahkan.

Kalau saja kamu bilang rasa itu setelah terakhir kita bertemu beberapa bulan yang lalu dan kita terus bertukar pesan tentang kabar, kegiatan apapun selain kegilaan diotakmu itu. Mungkin aku bisa percaya. Haha. Aku sudah terlalu sering mendengarkan ucapan laki-laki yang bilang sayang, ingin menunggu, bahkan ingin serius padahal baru beberapa hari kenal. Kamu tau? Aku sudah terbiasa dengan kalimat yang itu-itu lagi. Untuk kalian para lelaki yang seperti itu, apakah hanya itu senjata kalian. Bilang sayang diawal lalu perempuan percaya dan kemudian kalian meninggalkan? Aku hanya percaya first sight yang mendatangkan getaran dan gemuruh diperutku, padaku. Tidak ditubuh yang lain.

Kamu bilang ingin mundur, silakan mundur sejauh-jauhnya. Aku bukan siapa-siapa dan tak pernah berarti apa-apa, kecuali untuk jadi penolongmu yang gagal kau mintai bantuan. Tunggu sebelum itu kamu bilang serius denganku, dan setelah itu kamu bilang aku cuma bahan keisenganmu dan sedetik kemudian kamu bilang lagi kamu serius. Haha. Kamu lucu.

Aku ingin bantu, tapi bukan dengan itu. Aku tidak peduli dengan keyakinan yang kamu pegang sejak lahir. Karena ada yang bilang letakkan agamamu sampai dapur, ketika berada diruang jamuan, berikanlah yang terbaik, tidak peduli apa yang ada dibalik dapur itu. Dan aku serius ingin bantu. Tapi kamu setannya banyak. Aku satu. Mereka? Sejujurnya aku memang benar-benar muak denganmu yang terus merengek seperti itu, tapi dilain hal aku tidak percaya itu kamu yang kutemui beberapa bulan lalu. Kamu terlalu indah untuk meminta seperti itu sebelum waktunya.

Aku minta maaf. Maaf. Maaf. Kalau aku begitu kasar dan egois. Aku cuma mau kamu berubah. Aku khawatir denganmu kalau terus seperti itu. Aku benar peduli. Aku selalu mendoakan semoga kamu lebih baik lagi dan bahagia. Terima kasih pernah menjadi bagian dari kenangan yang tadinya ingin ku hapus tapi akhirnya aku ingin mensejajarkan ini dengan kenangan lain yang juga mengajarkan tentang kehidupan. Aku tau, pagi ini kamu pergi. Benar-benar pergi dariku. Selamat. Aku harap kamu memegang profesi dengan baik dan oh ya semoga Jumat ini ujianmu lancar. Sungguh, aku ingin kamu terlepas dari itu.

Dariku yang sudah lebih tau kau menyukai MU sepertiku. Semoga kita bisa berkomunikasi atau bahkan bertemu dengan yang lebih baik. Selamat memulai harimu, semoga menyenangkan (tanpa itu tentunya).

Tidak ada komentar: