Minggu, 17 Februari 2013

Tentang Sebuah Kotak

Dia, sigadis kecil itu tengah berdiri sendiri. Mematung tak berdaya. Tulang rusuknya naik turun. Mungkin napasnya sesak. Atas semuanya yang selama ini dia simpan. Mungkin dia terlalu lama lari dari kenyataan ? Atau mungkin dia selalu menutup mata pada realita ? Untuk apa ia seperti itu ? Apakah pundaknya terlalu banyak menanggung beban ? Entahlah, yang ku tahu dia sedang bersembunyi ... Dia bersembunyi dari takdir, bisakah ? Oh nyatanya bukan itu. Dia hanya sedang bersembunyi dari rasa sakit yang bertubi-tubi menerjangnya. Dia sedang mencoba untuk berdamai dengan rasa sakit itu. Ribuan detik telah ia lalui dengan bersembunyi dan menutup mata. Agar tak ada lagi rasa perih dan sakit yang menusuk-nusuk ke dadanya. Dia ingin terlihat kuat, tegar, meski nyatanya ia rapuh juga seperti saat ini.

Matanya nanar memandangi setiap kaki yang melangkah tak memperdulikannya. Sesekali ia menyeka butiran yang mengalir hati-hati diujung matanya. Di sebelahnya ada sebuah kotak yang daritadi diabaikannya, sama sekali tak ia sentuh. Selama ini ia juga menjauhkan diri dari kotak usang itu. Lebih-lebih ia sangat menjauhi kotak itu, tapi kini ia biarkan kotak itu dengan sejuta isinya berada disampingnya. Perlahan ia memutarkan lehernya dan mengarahkan pandangannya ke kotak itu. Lagi-lagi ia menarik napas sedalam-dalamnya lalu menghembuskannya dengan kuat-kuat. Kali ini matanya terpejam.

Tangannya mulai berani menyentuh kotak itu. Meski dengan kekuatan yang ia paksakan. Kotak itu sangat usang dan berdebu. Kotak itu memiliki sejuta isi yang selama ini tak berani ia sentuh. Karena kotak itu penuh duri yang kapan saja bisa menyakitinya. Tangannya terus ia arahkan untuk membuka kotak itu. Dan ... benar, lagi-lagi ia terluka karena kotak itu.

Tidak ada komentar: