Hai Tegap apa kabar? Kapan kau menyapa kembali dengan
dentingan huruf yang begitu saja mengerak dalam ingatanku. Sejak ratusan detik
bahkan jutaan detik yang tak akan ada lelahnya mengganti-ganti dirinya demi
hari kan terus berjalan, demi matahari kan hangatkan sidingin, termasuk demi
bintang-bintang yang ingin terlihat oleh dia yang kesepian.
Aku tidak pernah menyangka sampai dititik ini. Titik yang
membuatku nyaman namun kau meninggalkan. Lagi..dan lagi..
Hanya aku yang berjuang sendiri. Menegakkan pagar besi
penghalang agar kau tidak pergi..apalagi selamanya. Rasanya..mungkin tidak lagi
aneh layaknya de javu tapi berbeda pemeran.
Entah aku yang terlalu pemikir dan perasa atau kamu memang
menginginkan.
Kamu tahu gengsi? Tahu seberapa sulitnya berhadapan dengan sifat
ego satu itu kan? Hm aku sudah meluruhkan kata itu dalam kamusku. Sejak bunyi
kedua telapak saling beradu dengan bibir dan mata yang saling menatap dan
tersenyum. Tapi sepertinya itu tak penting untuk dirimu. Atau mungkin kini kamu
tengah belajar sikap tak acuh?..
Perubahan. Berubah. Menjauh. Menghindar. Jenuh. Membenci.
Kata-kata itu yang terus menyulut api dalam otak yang
bersinergis dengan kalbu. Tanpa perintah, tanpa babibu.
Aku tahu, aku lancang, aku konyol, aku..hm perempuan
pengharap? Seperti yang sering kamu lontarkan dengan suara tertawa berat yang
membuat candu. Tapi ini aku, perempuan yang diam-diam pada akhir-akhir ini
sering merindumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar