Minggu, 12 Januari 2014

Menghantar Rindu Dari Tengah Laut



Untuk kamu yang mungkin sedang termangu ditempatmu menunggu ku pulang

Detik, menit, jam dan hari-hari pun terus berlari. Berlari memisahkan kita yang semakin hari semakin jauh. Tapi berjanjilah untukku, hanya jarak yang semakin jauh, jangan hati kita. Ini sudah hari ke-356 hari sejak pertama kalinya ku lambaikan tangan dengan senyum kecut yang menyiksa diriku sendiri. Memaksa diri ku untuk menyunggingkan senyum dan tetap berdiri menatap dirimu yang semakin jauh ku tinggali. Tahukah? Rasanya ketika itu aku ingin berlari kembali merengkuhmu lagi dan tak ingin ku lepas. Tetapi ada magnet dibelakang diriku yang menarikku untuk jangan berlari, itu impianku, Sayang. Terima kasih karena kamu juga mencintai impianku.

Sekarang aku berdiri di ujung kapal yang selama ini menjadi gambar-gambar di dinding kamarku sewaktu kecilku dulu. Dari sini ku sedang menatap langit, berharap ada wajahmu disana. Tapi nyatanya langitku sedang mendung, Sayang. Bagaimana langitmu? Cerahkah? Atau mendung sama sepertiku. Burung-burung kini berterbangan dengan rapinya menuju kembali ke rumahnya. Sekali dua kali dia menoleh ke arahku, memicingkan matanya seakan mengolokku yang selalu menatap jalan pulangnya karena ku mencari-cari wajahmu yang tak pernah ku lupa senyum yang mampu membuatku terpaku, tak bisa bergerak; mematung, namun kemudian aku ikut tersenyum bersamamu.

Suatu saat, keluarga burung-burung itu mendekatiku, nyatanya mereka ingin bertanya soal diriku yang terus menatap jalan pulangnya. Aku pun malu pada mereka. Ku katakan bahwa aku juga merindukan rumahku yang sudah lama ku tinggali. Rumahku yang sama seperti rumahku, membuatku nyaman, aman, dan selalu tersenyum. Namun bedanya, ketika ingin memasuki rumahku yang ini, degup jantungku selalu berirama tak menentu dan peredaran darahku menjadi lebih cepat, yang terkadang membuatku sesak napas, tercekat tak bisa mengeluarkan suara. Yang akhirnya dalam rumahku ini juga sistem tubuhku menjadi normal kembali, tapi degup jantungku sama, justru semakin cepat dan terus berlari-larian dengan cepat. Setelah mendengar ceritaku, mereka malah terkekeh. Seketika hormon adrenalinku langsung memuncak, urat-urat ditangan dan dahiku melebar, membentuk alurnya dan membuat burung-burung itu yang menertawakan kisahku, kisah kita menjadi terdiam. Lalu dia kembali pulang.

Dan kini, mereka kembali menghampiriku yang lagi-lagi ketahuan sedang menatap jalan pulangnya. Tanpa basa-basi mereka berkata "kami saja pulang, masa kamu tidak?". Dorrr... Rasanya hatiku tertembak busur panah hingga menembus tulang ruskku. Seketika ingatanku tertuju pada rumahku, kamu. Ada desir halus pada tubuhku ketika teringat tentangmu yang memang tak pernah ku lupa. Tak sadar asinnya air laut mengenai wajahku, menyamarkan sesuatu yang tiba-tiba keluar dari pelupuk mataku. Saat itu juga hatiku mengguncangkan pertahananku, menggoyahkan rindu yang selama ini ku simpan rapi. Kali ini aku baru melihat senyuman mereka, burung-burung itu ketika ku menyampaikan permohonan. "Tolong sampaikan rinduku untuknya, perempuan yang sedang menantikan ku untuk kembali ke rumah". Kemudian mereka mengangguk dan kembali terbang ke dunia mereka yang teratur.

Tak perlu berapa kali 356 hari kan terulang. Karena ku akan pulang. Menuju rumahku; kamu. Tak perlu takut akan pelukan kemarin adalah yang terakhir. Karena ku kan datang merengkuhmu kembali bersama tubuhku, tak peduli jantungku akan loncat keluar karena dekat denganmu. Yang ku ingin menyatukan hati kita untuk terus terpaut, dan tak ada lagi rindu yang menyayat-nyayat hati, yang mampu menimbulkan goresan panjang. Percayalah, kapal besar ini akan kembali menjatuhkan jangkarnya ke dasar laut tempat ia pertama kali melihat kamu, yang ku tahu belakangan ini bahwa ia ternyata merindukanmu juga, namun rindunya tak lebih besar mengalahiku. Karena aku punya setumpuk rindu yang ingin ku hantarkan kepadamu, dari tengah laut ini.

Dari seseorang yang akan pulang, pulang ke rumah.

Tidak ada komentar: