Tiba-tiba suara Sammy Simorangkir mengalir begitu saja, mengalunkan salah satu lagu kemerdekaannya "dia". Perlahan-lahan menelusup masuk ke dalam organ cortiku, mengendap-endap mencari-cari jalan untuk menyampaikan maksudnya, akhirnya ... Yap alunannya mengenai hatiku, yang mengingatkanku pada sosokmu. Dulu. Dulu sekali sebelum itu, sebelum ku dijenjang ini.
Hai, kamu apa kabar? Aku merindukanmu. Aku menginginkanmu
kembali lagi disini, pada pagi, siang, sore dan juga malamku. Aku ingin tertawa
bersamamu lagi bahkan menangis bersamamu aku pun mau karena ku butuh kamu, ku
butuh kata-katamu, ku butuh sosokmu yang maya tapi nyata.
Kamu kemana saja? Tahukah? Sekarang tiba-tiba otakku
menayangkan film kita yang dulu, kenangan tentangku bersamamu.
Kamu dimana? Bisakah kembali? Membuatku merasa ada.
Membuatku tak perlu yang lain atau bahkan dia untuk menemani bantal tempatku
meletakkan kepalaku bersama malam-malam yang sudah menanti-nanti. Atau mungkin
juga sebenarnya malam merindukanmu, merindukan percakapan-percakapan konyol
kita, percakapan ngalur-ngidul kita. Malam saja begitu, apalagi aku?
Hai kamu, kaka galakku.
Hai kamu, penyemangatku.
Hai kamu, musuhku.
Hai kamu, teman baikku.
Hai kamu, pengerti mauku.
Aku mau kamu. Aku ingin kamu ada. Tak peduli siapapun kamu,
dia atau dia dia yang lain, aku tak peduli karena yang aku ingin kamu, sosok
kamu yang dulu, yang mampu membuatku terjaga hingga tengah malam sampai
akhirnya kamu yang menyuruhku tidur dan mengatakan aku anak kecil dan tidak
boleh tidur malam-malam. Padahal bagaimana denganmu? Apa kamu sudah dewasa?
Aku tak ingin perubahanmu. Aku tak ingin kata-kata darimu
menjadi dedaunan yang jatuh dari pohonnya lalu mengering begitu saja.
Kamu. Kamu yang disana, kamu sedang apa? Samakah seperti
yang aku lakukan sekarang? Yang tiba-tiba merindukanmu "lagi" dan
"untuk kesekian kalinya". Aku merindukan detik-detik kebersamaan
kita. Kegilaanmu, kepedulianmu, ketidak acuhanmu, kesantaianmu. Semua yang
melekat pada sosokmu itu.
Kenapa nomormu sudah tidak aktif? Kenapa akunmu pun sudah
menghilang? Ketika semua rasa yang menjadi satu yaitu kenyaman yang ku rasakan
padamu telah begitu melekat. Lalu bagaimana caraku berkomunikasi dan
menyampaikan semua hal yang tertimbun dalam dadaku, yang sewaktu-waktu bisa
membusuk dan menebarkan aroma tidak sedap. Kamu, harus berapa kata
"rindu" lagi yang mesti ku ucap padamu agar kamu kembali lagi?
Disini, dimalamku, disetiap waktu yang ku nanti-nanti untuk menerima hasil
jentikan jemarimu.
Apa pelukan yang ku rengkuh dengan do'aku sampai pada tubuh
kokohmu itu?
Untukmu yang disana, entah dimana, yang ku nanti-nanti untuk
pulang kembali dan jangan pergi lagi -d
Dorm,
Kamis, 19 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar