Sabtu, 30 Maret 2013

Kenyataan Itu Bernama Kepalsuan

Ketika hari-hariku tak lagi sama. Ada sesuatu yang berbeda. Lebih indah, lebih berwarna dan tak lagi sepi. Ya ... itu karena hadirnya sosokmu. Kau menelusup masuk dalam zona ternyaman yang kupaksakan. Dalam dunia yang kuanggap ini titik terbaik dan titik teramanku. Tempatku mengasingkan diri dari huruf terangkai bernama "luka". Aku terlalu jenuh dengan itu. Kupaksakan diriku membangun benteng pertahanan tersendiri yang terlihat seakan-akan kuat padahal rapuh.

Dan tiba-tiba sosokmu yang memesona datang mengubah hariku dan pandanganku terhadap makhluk itu. Makhluk yang tercipta berpasangan untuk sosokku. Bukan, bukan maksudnya dia jodohku. Tapi pasangan antara perempuan dan lelaki.

Kau hadir dengan membawa sejuta kisah tentangmu, tentang dunia luar dan mengubah tentangku. Tentangku yang dulu terlihat begitu rapuh dan kau ulurkan tangan kokohmu itu untuk membantuku bangkit dari lubang kesakitan itu. Kau sediakanku waktumu untuk semua keluh-kesah batinku selama ini. Kau hadirkan keramaian duniamu diduniaku. Kau ciptakan kata-kata gila yang membuatku tertawa dan lupa akan kata luka. Karena yang kutahu duniamu indah. Kau ajakku masuk dan menari-nari dalam kastilmu. Kau jadikanku putri bermahkota yang tak kenal rasa sakit.

Setiap waktu, setiap saat ...
Kau beriku perlindungan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Kau ciptakan rasa nyaman dan aman dalam diriku. Dan kau bawakan aku kekuatan dari jiwamu.

Tak ada hari yang ku lewatkan tanpamu. Tak ada malam yang tak kututup denganmu, bersamamu sang penggila klub bola "Manchester United". Tak ada kisah yang tak kuceritakan padamu. Semuanya. Semuanya kuceritakan padamu termasuk keinginan yang hanya kubisa pendam sendiri tapi ? Hadirmu membuatku membuka itu dan lagi-lagi kau kabulkan keinginanku.

Tahukah ? Aku sempat berpikir, mengenalmu dan dekat denganmu adalah suatu keberuntungan untukku. Kau ajarkanku kedewasaan, kekuatan, keikhlasan, kemandirian, dan ketegaran. Ya memang, aku sangaaaat beruntung, bisa memiliki kata-kata indah yang kauketik dari jari-jari yang memberikan kekuatan. Bisa beradu kegilaan denganmu yang maya.

Tapi ... kini ada secuil kekecewaan ketika sosokmu tak dapat lagi menemani malamku. Tak datang lagi ketika kubutuh. Sebenarnya lebih dari itu ...

Karena kini kutahu, ketika ku bicara tentang semua kejujuran tapi kau bicara semua kepalsuan topeng tampanmu, sayang ...


MU ...
adalah satu hal yang masih
kupercaya itu tak palsu

syifamaudiyah:)

Jumat, 29 Maret 2013

Senja ke- 29


 “Shenaaaaaa …” namanya dipanggil oleh sosok wanita bertubuh ramping yang mempunyai mata bulat berwarna cokelat dan dibatasi oleh bingkai kaca mata dengan warna senada dengan matanya. Tubuhnya sangat ideal bila dibandingkan dengan sosok ibu-ibu yang lain yang pernah melahirkan. Sama sekali tak kelihatan bahwa ia telah mempunyai dua orang anak. Seketika yang dipanggilnya mengarahkan matanya pada asal suara. Tak lama, pupilnya membesar, mengetahui bahwa yang ia tunggu sejak setengah jam yang lalu telah datang. Senyum mengembang diantara bibir keduanya. Haru kerinduan pun menguak, mereka saling melepaskan rasa rindu yang telah bertahun-tahun mereka telan sendiri. Jarak yang teramat jauh memang menjadi pembatas untuk dua sahabat ini.
            “Kamu apa kabar Fir ?” akhirnya Shena mengawali pecakapan mereka.
            “Aku baik Shen, kamu gimana ? Paris kayanya udah ngeubah kamu banget ya ?” tanya Fira sambil mencolek lengan sahabatnya dengan senyum jail.
            “Ih apaan sih Fir, engga, aku masih sama kaya yang dulu kok hehe.” balas Shena dengan muka memerah. “Oh ya, gimana kabarnya Jihan dan Angga ? Suamimu mana ? Mereka gak ikut kesini ?”
            “Mereka tadi yang nganterin aku kesini, tapi abis itu mereka pergi ke Kuta, mau menikmati senja katanya” jawab Fira yang lagi-lagi menjaili Shena dan membuat Shena seketika terdiam.  “Tuhkan … kamu mah, baru aku sebut senja aja udah langsung diem gitu. Katanya udah move on. Ayo dong sayang lupain Dimas. Delapan tahun di Paris masa belum bisa membuat kamu lupa sama dia sih ?”
            “Aku udah coba Fir, tapi ngga bisa”
            “Kamu tuh belum sepenuhnya mencoba, buktinya kamu masih kepikiran dengan dia. Usaha itu sama dengan move on Shena ! Hati kamunya aja tuh yang belum mau untuk lupain lelaki itu. Tutup hati untuk dia dan buka hati untuk Reno, dia yang udah setia nungguin kamu, perhatian, peduli sama kamu. Atau kalau kamu gak suka sama dia, buka hati untuk lelaki lain diluar sana yang lebih baik dari Dimas, yang bisa ngasih pelangi lagi dihidup kamu, bukan seperti Dimas yang cuma bisa kasih kamu kesakitan sama kegelapan!”
            “Fir, cukup !” ucap Shena pada Fira. “Aku kesini untuk ngelepasin kangen aku sama kamu dan sama kota ini, bukan untuk disalah-salahin, bukan untuk diungkit-ungkit lagi rasa sakit aku. Please, jangan kacauin liburan aku ini” dengan memelas Shena menutup wajahnya, berusaha menahan bulatan indah itu untuk tidak mengeluarkan mutiaranya.
            Merasa bersalah dengan ucapannya tadi, Fira pun meminta maaf dan memeluk Shena. “Shen, maafin aku, aku gak maksud bikin kamu sedih dan bikin kacau liburan kamu, aku cuma mau kamu gak terikat lagi sama janjinya palsunya Dimas.”
            “Gak apa-apa Fir, aku yang salah aku yang masih belum bisa lupain Dimas. Udah yah, gak usah bahas tentang Dimas lagi” Akhirnya kedua sahabat itu kembali menyunggingkan senyum terindahnya, saling menghapus air mata satu sama lain dan sore mereka ditutup dengan kehadiran si jingga di Jimbaran.
***
            “Maaaaaah” suara dari bibir mungil itu hampir menghentakkan tubuh mereka berdua yang sedang asik menikmati makan malamnya. Di belakangnya, ada sosok lelaki yang kira-kira berumur 7 tahun mengawasinya sambil melambaikan tangan pada wanita yang dipanggil adiknya. Dan yang dipanggilnya pun mengulas senyum pada malaikat kecil yang setengah berlari menghampirinya.
            “Sini sayang, papa mana ? Oh ya, kenalin, ini tante Shena sahabat mama dari SMP, cantik kan ?” ucap Fira pada Jihan yang baru berumur lima tahun setengah dan kakak lelakinya, Angga, setelah menyuruh mereka duduk dikursi yang masih kosong.
            “Hai tante” ucap Angga dengan gaya sok cool sambil mengulas senyum pada Shena. “Papa tadi nganterin aku sama Jihan kesini tapi abis itu pergi lagi, katanya ada urusan.” Angga memberikan  penjelasan pada mamanya.

***
            Hampir tiga minggu berlalu, yang artinya tinggal sekitar seminggu lagi masa liburannya di kota yang terkenal dengan pantai menawannya. Tiba-tiba dering ponselnya membuyarkan lamunannya.
            “Hai Shen, kamu dimana ? Aku lagi sama keluargaku nih jalan-jalan, kamu ikut yuk, daripada kamu ngga jelas jalan-jalan sendirian” seakan-akan yang meneleponnya punya indera keenam karena bisa menebak yang sedang ia lakukan saat ini. Belum sempat ia menjawab, wanita itu mengeluarkan suaranya lagi “kamu dimana ? Aku jemput ya ?”
            “Aku di Tanah Lot, Fir”
            “Oke, kita jemput kamu, jangan kemana-mana!” perintah Fira dengan nada seakan-akan mengancam pada anak kecil berumur lima tahun yang membuat Shena tertawa.
            “Hahaha iya iya” akhirnya sambungan telepon terputus.
***
            Shena berusaha mengendalikan perasaannya dan sistem pernapasannya yang tiba-tiba seperti tersendat buah kedondong dengan duri-durinya. Bola matanya menyiratkan kekagetan dan kekecewaan yang mendalam. Langkah kakinya terhenti tak mau lagi melangkah maju menghampir sahabatnya dan keluarga bahagianya itu. Ia seakan-akan ingin memutarkan tubuhnya lalu lari sekencang-kencangnya menghidari sosok yang sekarang berdiri dihadapannya dengan tatapan dingin serupa dengannya. Tapi, tangan lembut sahabatnya itu lebih cepat menyergah tangannya yang kaku dan menariknya masuk ke dalam keluarga bahagia itu. Mereka bahagia tapi Shena tidak.
            Selama perjalanan di dalam mobil, Shena hanya asik dengan alam pikirnya. Sama dengan lelaki yang tengah mengemudikan mobil itu. Pikirannya melayang-layang ke dimensi waktu delapan tahun yang lalu. Hanya suara riuh Jihan dan Angga yang terdengar, sesekali Fira mengeluarkan suara tawanya karena tingkah kedua anaknya itu, dan Shena pun menimpali seadanya, lalu kembali ke dunianya. Seakan-akan jutaan kalimat datang menarik-nariknya dan melilit tubuh yang rapuh itu, menanyakan sosok lelaki yang tengah mengemudikan stir mobil itu.
***
            Jam dindingnya telah berdenting dua belas kali yang artinya udah tengah malam, tetapi, matanya juga belum menyiratkan tanda-tanda ia harus memejamkan mata untuk beristirahat. Sejak dua jam yang lalu ia mengirimkan pesan singkat permintaan maaf pada sahabatnya karena ia meninggalkan keluarga bahagia itu tanpa pemberitahuan. Ia tak tahan lama-lama berhadapan dengan sosok lelaki itu yang sangat mirip dengan masa lalunya, Dimas. Bulat matanya yang berwarna hitam pekat dan lesung pipinya yang dulu mampu mengacak-acak hatinya. Hanya bedanya lelaki itu kini lebih tegap, bahunya bidang, dan memiliki kumis tipis serta dia memakai kaca mata berwarna senada dengan kaca mata istrinya. Ya mereka memang cocok, tak mungkin ia adalah Dimas.
            Tapi, lagi-lagi perasaannya tak bisa ia bohongi. Ada sesuatu yang sangat dalam dipalung hatinya yang mengatakan kalau lelaki itu adalah Dimas. Lelaki yang membuatnya menunggu selama delapan tahun tanpa kepastian. Lelaki yang menghadirkan pelangi ditengah senja dan mengungkapkan perasaannya dengan caranya yang begitu memesona dan lelaki itu juga yang menorehkan luka yang teramat dalam hingga luka itu belum juga kering hingga saat ini. Lelaki itu juga yang mengikatnya pada waktu yang ia harapkan untuk datang dan bersatu dengan jiwanya lagi.
***
            Dua hari sebelum keberangkatannya, tiba-tiba ia mendapati pesan singkat dari nomor yang tak ia kenali. “Kareen, aku tunggu kamu di Jimbaran jam empat sore ya …” Seketika peredaran darahnya mengalir lebih cepat dan jantungnya seakan mencelos keluar. Kakinya lemas, tak dapat menopang tubuhnya yang mungil itu, tak lama tubuhnya jatuh ke atas tempat tidurnya, matanya masih menerawang, kosong seperti tak berkehidupan. Perlahan air mata itu mengalir juga, membasahi pipinya yang cabi, seperti mengeluarkan luka-luka lama yang selama ini mengendap dalam hati dan otaknya. Air mata itu terus mengalir dan terhenti ketika jam dindingnya berdenting empat kali. Teringat akan pesan yang tadi ia terimanya, dengan cepat ia menghapus air matanya dan berusaha menghapus jejak air mata diwajahnya.
***
            Sekuat mungkin ia mengatur perasaannya, berusaha menahan rasa rindunya pada lelaki ini. Dari jauh ia melihat seorang lelaki bertubuh tegap membelakanginya, menghadap ke pantai lepas. Ia terlihat begitu menarik dengan kemeja biru laut yang digulung sesikunya. Senyum pun mengembang diwajah Shena.
            “Dimas” ucap Shena pada lelaki itu. Dan lelaki itu pun mengalihkan pandangannya ke arah Shena. “Rian ? Maaf, aku kira kamu teman aku” ucap Shena tak enak pada suami sahabatnya itu.
            “Aku Dimas, Kareen.” Akhirnya lelaki itu membuka suaranya. Shena pun tersentak, tanpa sadar kakinya mundur perlahan. Tapi lengan kokoh itu lebih cepat dan lebih kuat untuk menahannya agar tidak pergi. Shena hanya terdiam, tubuhnya kaku. Batinnya pilu. Pikirannya menerawang jauh, menyesali apa yang ia hadapi saat ini.
            “Maafin aku Kareen …” yang diajak bicara hanya terdiam dan menunduk seakan-akan ada sesuatu yang jatuh. Ya hatinya jatuh tepat didepan kaki lelaki itu. “Aku gak tahu kalau selama ini kamu nungguin aku, aku gak tahu kalau selama ini yang Fira certain itu kamu, Shena sahabatnya dan Kareen orang yang selalu ada dihatiku. Aku juga gak nyangka kita bakal ketemu lagi dengan suasana yang seperti ini. “
            “Dimas … yang bodoh aku, dulu aku gak sempat ngenalin kamu ke Fira dan waktu pernikahan kalian aku juga gak datang, dan aku juga gak sadar kalau yang Fira ceritain tentang suaminya, Rian. Rian itu kamu. Shena itu aku. Entah, aku gak ngerti sama semuanya Dim” mutiara itu akhirnya berhamburan mengaliri pipi cabinya Shena yang dulu sering dicubit gemas oleh Dimas. Kini Dimas, lelaki yang ia tunggu selama delapan tahun ada dihadapannya, memenuhi janjinya. Tapi kali ini ia datang bukan untuk bersatu dengan Shena, ia telah menjadi milik orang lain, yaitu sahabatnya sendiri.  Hancur sudah benteng pertahanan yang selama ini Shena bangun dengan kekuatan seadanya. Dimas gak akan pernah ia raih dari dulu, saat ini dan sampai kapanpun.
***
            Setelah kejadian sore tadi, Shena mengurung diri di kamar hotelnya. Mungkin air matanya hampir kering.  Ia benar-benar tak menyangka, lelaki yang ia cintai dan ia tunggu selama ini sudah menjadi milik sahabatnya sendiri, orang terdekatnya, tempatnya berbagi cerita.  Kembali ia menenggelamkan wajahnya ke dalam bantalnya. Mengerang sekencang-kencangnya. Berusaha mengeluarkan semua yang menjadi bebannya saat ini. Tapi hanya lewat air mata ia dapat merasa, ia dapat menjelaskan ketika kata tak dapat lagi mewakili.
            Esoknya, ia mendapati pesan singkat dari sahabatnya, Fira. Fira meminta ia untuk menemuinya sebelum kepulangannya ke Paris. Sungguh, Shena tak tahu apa yang harus ia lakukan, menemui  Fira atau mengabaikannya. Tapi, Fira itu sahabatnya dan dia sama sekali tak punya andil dalam masalah ini. Bibir Shena bergetar, tangannya kaku dan lidahnya kelu. Ia benar-benar bingung, lagi-lagi ia menjelaskan lewat air mata. “Kemana Reno ?” desahnya dalam hati. “Mengapa ia tiba-tiba menghilang ketika ia butuh pundak untuk berbagi”.  Tangisnya semakin menjadi teringat betapa bodohnya ia selama ini, menunggu seseorang yang tak pasti dan mengabaikan seseorang yang ingin melindunginya.
***
            Setelah menemui Fira, hatinya lega namun tetap ada yang mengganjal. Ternyata Dimas memenuhi janjinya tidak mengatakan apapun tentang mereka ke Fira. Dan kini masalahnya tinggal berdamai dengan dirinya sendiri dan hatinya, termasuk memberi celah untuk Reno.
            “Shenaaaa …” suara berat dan tak terasa asing ditelinganya itu memanggilnya, seketika ia memutarkan lehernya pada sosok itu. Di kejauhan sosok lelaki bertubuh tegap dengan pakaian casual menghampirinya dengan seulas senyum dan sesaat hatinya bergetar. Hal yang pernah ia rasakan delapan tahun lalu terhadap Dimas.
            “Reno” ucap Shena pada lelaki itu. Tiba-tiba lututnya terasa lemas. Tak menyangka Reno tidak main-main dengan ucapannya untuk menjemput Shena di Bali, 29 hari yang lalu. Sebelum ia memutuskan berlibur ke Bali.
            “Hai Shen” dengan senyum tertampannya lelaki itu tiba-tiba berlutut dan mengutarakan perasaannya. “Je t’aime, Shena Kareenata.” kemudian ia melingkarkan cincin di jari manis Shena dan tangan Shena pun menarik Reno berdiri dan ia mengatakan hal yang sama dengan seulas senyum. “Je t’aime, Reno Pratama. Je vais essayer”

pernah dimuat diblog @KlubBuku :)


syifamaudiyah:)

Rabu, 20 Maret 2013

Ternyata Ini Rindu

Ketika hari-hariku mulai kembali pada masa yang dulu. Bukan waktuku terulang, tapi memoriku yang mengulangnya. Ya hanya dalam ingatan.

Ketika bibirku mengulas senyum terbaiknya, tahukah ? Kala itu otakku sedang dipenuhi oleh guratan tentangmu.

Sebut saja ini rindu ...

Rindu ? Ya, aku merindukanmu. Merindukan segala cerita kasih kita yang dulu. Yang begitu manis dan tak pernah palsu.

Aku merindukanmu yang sosoknya mampu melumerkan kebekuan sosokku. Aku juga merindukanmu yang selalu hadir dan membuat hari-hariku seperti dipenuhi bunga dengan warna-warni yang indah.

Hai .. .

Aku juga merindukanmu yang selalu menyediakan bahunya untuk bebanku. Yang selalu rela mengangkat tangannya untuk menghapus air mataku dengan jemari-jemari itu. Yang selalu menyediakan telinga untuk ocehan-ocehan anak kecil sepertiku. Yang selalu menyunggingkan senyum kala bibir ini membentuk sudut kesedihan.

Aku sangaaaaat merindukanmu yang dulu. Yang masih dengan jiwaku. Yang belum pergi jauh entah kemana sekarang. Yang kutahu kamu ditempat terbaikmu.

Bahagiakah ? Aku harap seperti itu. :)


syifamaudiyah:)

Senin, 18 Maret 2013

Bagaimana Bila ....

Aku ... Kamu ...

 Memiliki sepasang tangan-tangan yang begitu indah. Mempunyai jemari-jemari yang mempunyai celah. Celah untuk kita saling mengisi agar tak hampa.

Tapi ...bagaimana bila hanya sepasang tangan yang berjuang ? Menggapai segala apa yang ingin ia genggam. Segala yang ia ingini menjadi milik dan takdirnya.

Bagaimana bila tangan itu hanya bisa meraba-raba kekosongan ? Khayal. Tak ada yang bisa ia raih.

Dan bagaimana bila tangan itu mengharapkan tangan yang ingin menggenggam dan merasakan kehangatan tangan-tangan lainnya ? Menyedihkan kah ?

Tangan itu tak bersuara. Tapi ia bisa merasakan sakit. Diam dan memendam.

Lalu, bagaimana dengan sepasang kaki yang tetap berdiri dibelakangnya ?

Menunggu sepasang kaki lainnya menghampirinya.

Tapi, bagaimana bila langkah kaki-kaki itu sia ?

Hanya menghabiskan waktu untuk hal yang tak pernah menjadi miliknya.

Berdiri dengan tegar seakan baru sedetik menancapkan kaki-kaki itu pada kekuatan.

Dan bagaimana dengan sepasang mata yang nanar ?

Bagaimana bila mata itu selalu menatap tapi tak pernah ditatap ?

Bagaimana bila air mata itu terus mengalir tanpa pernah dihargai ?

Lantas bagaimana dengan tubuh rapuh itu ?

Menggigil gemetar tanpa ada pelukan hangat yang menyambutnya.

Membiarkan tubuh itu menjadi beku.

Menjadi patung yang menjadi lelucon olehnya.

Lucu kah ?

Lalu, apa kabarnya dengan hati ?

Organ terlembut yang sangat mudah tersentuh. Tersakiti ataupun bahagia.

Bagaimana bila hati itu sudah merah merona, lalu ditimpa dengan tinta hitam yang sangat pekat ?

Bagaimana bila hati itu menjadi retak bahkan patah ?

Dan bagaimana bila hati itu hanya bisa memendam tanpa bisa mengungkapkan ? Hanya bisa merasa tanpa tahu yang dirasa. Hanya bisa menerima tanpa bisa menolak.Dan bagaimana bila hati itu hanya merasakan sendirian tanpa pernah disambut oleh yang dirasa ?

Itu lebih lucu kah ?

Sungguh, ini sangat tak lucu sayang.

Mengharapkan sesuatu yang mengharapkan jiwa lainnya.


syifamaudiyah:)

Sabtu, 16 Maret 2013

Ku Sebut Ini Sebagai Rasa Sayang

Ketika rasa nyaman itu hadir dan berubah menjadi suatu rasa yang sulit untukku jelaskan, apakah patut itu diartikan sebagai "jatuh cinta" ?

Entah ...
Aku tak pernah tau bedanya rasa suka, sayang dan cinta. Yang kualami sulit untukku deskripsikan lewat huruf-huruf mungil yang berpadu. Karena aku menjelaskan lewat rasa bukan kata.

Ketika semua perlakuanmu yang kuartikan sebagai sebuah perhatian yang baru kudapati, kurasakan berbeda. Ada salah tingkah dan rasa kikuk ketika kuharus berhadapan dan bertatapan mata denganmu. Bahkan tanpa kamu tau, debaran jantungku abnormal, tak seperti biasanya. Dia memompa lebih cepat, mengedarkan aliran darah yang membuat tubuhku terkadang lemas dan gemetar. Aneh ya ? Lucu ? Mungkin itu reaksi dari apa yang kurasakan bila dekat denganmu.

Tapi ... rasa seperti itu selalu kurindukan. Karena ketika denganmu aku tak pernah bosan. Kau menjadikan aku berbeda. Merasa bersatu dengan jiwamu.

Dan itu dulu. Sebelum palu itu kau pukulkan pada bangunan yang tengah aku bangun. Sebelum kutau bagaimana sebuah rasa "sakit". Ini lebih dari rasa sakit biasa ketika tanganku terluka atau ketika kepalaku membentur pintu. Ini lebih "istimewa".

Kau tau ? Aku tak pernah membencimu. Seberapa sakit yang kualami karenamu.

Karena rasa ini lebih dari sekedar aku suka denganmu, lebih dari sekedar mengagumimu. Toh, pantaskah kamu untuk kukagumi sekian lama ? Tapi yang kurasakan ini juga terlalu muda untuk menyebutnya sebuah cinta.


syifamaudiyah:)

Kamis, 14 Maret 2013

Batam Merengkuhmu

Batam, adalah sebuah kota yang terhubung oleh jembatan belerang dengan tiga pulau yang memesona. Mempunyai sisi kecantikannya tersendiri dibandingkan dengan kota lainnya. Batam, sebuah kota yang kukenal darimu. Kota yang katanya harus kutempuh dengan dua kali penyebrangan laut. Tempat dimana kau habiskan ceritamu dengannya. Kota yang memisahkan aku dan kamu, membuat rentangan jarak yang amat jauh dan mustahil untuk kutempuh sendiri. Karena aku tak sehebat sosokmu.

Batam memang indah, sama sepertimu. Batam pula yang mengambil sosokmu, mengambil jiwamu dari rengkuhanku. Batam mengambil semua cerita yang telah kita ukir bersama selama belasan tahun. Waktu yang tak lagi sebentar untuk sekejap dilupakan dan digantikan. Terlebih sosokmu yang begitu mengagumkan.


Karena Batam mempunyai pantai yang indah, pantai 1001 malam, tempat yang sangat kamu sukai. Tapi, haruskah kau habiskan waktumu disana ? Tanpaku ?

Apa yang kaucari ? Apa yang kaulakukan ?Menghapus cerita tentangku dan menggantinya dengan segalam macam tentang pantai ? Sebegitu mudahnya kah aku untuk digantikan ?

Tapi aku tahu, kamu bukan sosok yang seperti itu. Tak mudah melupakan.

Hai Kamu :)
Senyummu tak dapat lagi kulihat
Suaramu tak dapat lagi kurasakan
Sentuhanmu tak dapat lagi menenangkanku

Batam menenggelamkan bayanganmu
Batam benar-benar merengkuhmu
Batam rebut sosokmu dari genggamanku
Tanpa harus bisa kusalahkan
Tanpa harus bisa kupinta kau kembali


syifamaudiyah:)

Rabu, 13 Maret 2013

Semoga ...

Hai : )

Lagi-lagi tentangnya ... Dia dia dia dia dia dan lagi-lagi harus dia ? Kenapa dia ? Entah, sosok itu mempunyai magnet yang sebesar apa hingga terus mengusik hati dan pikiran Gadis. Gadis terus melengkungkan senyum membentuk hingga matanya pun ikut bersinar, seakan-akan ia ingin memberitahu pada dunia bahwa hatinya sedang berbunga. Bukan. Ini bukan tentang jatuh cinta. Sudah terlalu lama ia tak pernah merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta, bagaimana rasanya dilindungi oleh tangan itu, bagaimana rasanya degdegkan ketika menatap sorot mata tajam dan bagaimana rasanya lutut lemas kala senyum itu hadir untuknya. Gadis sudah sangat lupa akan hal itu, semenjak dua tahun lalu ia sempat merasakannya lalu tiba-tiba dunianya berubah menjadi gelap. Ya hanya gelap, seperti sebuah kota yang terkena pemadaman listrik secara permanen. Gelap total. Tak bernyawa, tak berwarna. Sepi, sunyi. Krik.

Kini, tanaman dihatinya tengah mekar merekah berwarna merah cerah, sangat ceraaaah hingga siapapun mata yang memandangnya akan terkena pantulan sinarnya dan marah terhadapnya. Tapi Gadis tak peduli, yang ia tahu, yang saat ini ia harapkan adalah "semoga Dia lolos, amin".

Dia ... ya lagi-lagi Dia. Sosok yang dua tahun lalu berhasil memutuskan aliran listrik dikehidupannya Gadis hingga kini. Dia adalah sosok pemberi rasa bahagia sekalipun rasa sakit untuk Gadis. Dia penyebabnya dan dia pula obatnya. Aneh memang. Cintakah itu ? Entah ... yang pasti Dia tak lagi sendiri.

Dua tahun yang lalu, ketika ruang kosong itu yang hampir tak pernah tersentuh oleh siapapun, tapi Dia ... Dia berhasil mengisi kekosongan itu dengan membawa segudang petasan, kembang api, dan pelangi. Ruang kosong itu tak lagi sepi, mulai ramai oleh letupan-letupan kecil yang membuat rona merah dipipi Gadis. Tubuhnya yang dulunya kaku, beku, seperti patung. Lalu dilumerkan oleh kehangatan lengan dan jemari-jemari itu. Lengan dan jemari-jemari yang sangat ia rindukan, yang kini termiliki oleh Perempuan. Tatapan tajam dan manja yang dulu bisa ia nikmati tiap hari dengan seulas senyum yang sangat ia sukai, tak lagi dapat ia rasakan. Tatapan dan senyuman itu kini berubah menjadi hal yang sangat menakutkan untuk dirinya, ia selalu merasa terpojokkan oleh itu.

Dua tahun. Waktu yang lamakah itu ? Untuk Gadis terus menyimpan semua rasa dan kenangan-kenangan manis bahkan pahit sekalipun sendirian. Dia terlalu rapuh untuk membagi kisahnya dengan yang lain. Kisah yang bercerita hanya tentang sebuah tepukan sebelah tangan. Takkan pernah disambut baik. Akhirnya selalu menyakitkan.

Tapi detik ini, ia tidak peduli akan rasa sakit itu. Entah ... Gadis masih memiliki rasa atau tidak. Yang jelas, tiap percakapan panjanganya dengan Sang Maha Kuasa, ia selalu mengikutsertakan permintaan Dia. Dan detik ini, ia terlampau bahagia. Berita yang ia tunggu-tunggu tanpa pernah berani untuk bertanya pada Dia, Dia akhirnya benar-benar melangkahkan kaki untuk cita-citanya itu. Awalnya, ia mengira Dia hanya omong kosong, sosok yang suka mengobral keinginan tanpa pernah mau diraihnya, tapi saat ini, ia merasakan keseriusan itu pada dirinya Dia.


"semoga Dia keterima di ...
amin ya Allah"
-Gadis


syifamaudiyah:)

Selasa, 12 Maret 2013

Ketika Pengharapan Itu Terus Kau Abaikan

Tiga tahun, bukan waktu yang sebentar untukku terus menunggu dan menunggu kau akan berbalik ke arahku lalu merengkuhku dan mengatakan "Aku juga mencintaimu, Ren". Ah ... aku selalu bermimpi tentang itu, hampir tiap hari sejak detik pertama kita bertemu. Kau begitu indah, siapapun pasti terpesona akan ciptaan Tuhan yang setiap lekuknya begitu sempurna. Tiga tahun, waktu yang tak sebentar untukku terus menjaga perasaan ini tanpa kau pinta. Anganku terlalu kuat untuk bersamamu, hingga mereka yang datang selalu kuabaikan. Salahkah aku ? Terlalu mengharapkanmu yang begitu sempurna ? Hinggaku terus menutup mata pada lengan yang ingin memberiku kehangatan, kekuatan ketika kurapuh, dan pada jemari-jemari yang ingin mengisi celah kosong dijemariku. Bodohkah aku dimatamu, sayang ? Apakah pengharapanku ini memang sangat tak mungkin ?

Ketika kukumpulkan kekuatan dan keberanian akan perasaan ini, lalu kuceritakan padamu, tapi apa yang kudapat ? Tawa merendahkanmu ! Kau permalukan aku didepan teman-temanmu. Kau abaikan aku didepan malaikat-malaikatmu. Tapi, kamu tahu ? Hatiku tak pernah gentar, hatiku tetap kuat untuk bisa merengkuhmu dan mendengar setiap detak jantungku ketika berhadapan denganmu. Dan agar kau tahu seberapa kuatnya keinginanku untuk bisa membangun masa depan bersamamu, meskipun kita berbeda.

Kapankah waktu itu datang ? Aku tak tahu dan tak akan pernah tahu. Aku hanya bisa bermimpi dan terus bermimpi dalam angan panjangku. Membiarkan perasaan ini mengalir layaknya air yang menyentuh bebatuan, meskipun sakit tapi ia terus melaju. Egoiskah aku ? Memaksakan perasaanku agar kau balas dengan cinta yang sebesar kupunya ?

Aku tak pernah lelah, tahukah ? Aku tak pernah lelah meskipun kau terus mengabaikanku. Entah ... aku mencintaimu bukan karena fisikmu yang begitu indah tapi, aku mencintaimu cause I love you without the reasons.

Ingat sayang, aku tak pernah lelah menunggu dan berjuang meskipun pengharapan itu terus kau abaikan. Tiga tahun bukan waktu main-mainku dengan perasaan ini. Tiga tahun, waktuku untuk memantapkan bahwa kau yang terbaik, meski hanya rasa sakit yang kudapat. Karena kuyakin, setiap orang pasti akan berubah termasuk perasaannya, dan termasuk perasaanmu untukku (kecuali aku ?). Bukan maksudku menutup mata akan dunia luar dan selalu terfokus akan duniamu, tapi keyakinanku begitu besar hingga tak pernah membuatku lelah untuk menunggu dan menunggu hadirmu datang menyambut lenganku. Aku tak pernah peduli apa yang mereka katakan tentangku terhadapmu yang aku tahu, yang hatiku tahu "Aku mencintaimu".


syifamaudiyah:)

Minggu, 10 Maret 2013

Il n'a pas fallu longtemps pour tomber en amour avec vous

"Tidak perlu waktu yang lama untuk jatuh cinta denganmu"

Kalimat itu memang benar adanya. Karena faktanya memang aku tak perlu waktu separuh atau bahkan seumur hidupku hanya untuk jatuh cinta denganmu.

Kamu begitu indah, begitu memesona ... Hinggaku tak perlu membuang waktu untuk tak jatuh cinta denganmu.

Tuhan hadirkan sosokmu yang begitu nyata namun juga khayal untukku rengkuh agar kau tak pernah menghilang.

Waktu tak dapat ku perhitungkan, sayang. Aku tak pernah tahu seberapa lama kau hadir menemani hariku lalu pergi meninggalkanku, sementara atau selamanya.

Kehilanganmu hal yang tak pernah ku persiapkan meskipun itu sangat menyakitkan. Karena meskipun ku coba, nyatanya aku tak pernah siap.

Jatuh cinta denganmu memang tak perlu menguras waktuku tapi ? Kehilanganmu butuh kekuatan, keikhlasan, tetesan air mata, dan waktu yang begitu banyak dan belum juga mampu untukku lepaskan.





Vous ne sera jamais remplacé
you will never be replaced

syifamaudiyah:)